Ahad 15 Oct 2017 17:28 WIB
Surat Terbuka Pengungsi Rohingya untuk Suu Kyi

Penindasan Kali Ini di Tanganmu....

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Aung San Suu Kyi
Foto: EPA/Hein Htet
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, COX'Z BAZAR -- Pengungsi Rohingya di Bangladesh, Ro Mayyu Ali menuliskan surat terbuka kepada pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Dilansir dari Aljazirah, Sabtu (14/10), dalam suratnya Ali yang mengaku, lahir pada tahun yang sama saat Suu Kyi menerima penghargaan Nobel Perdamaian. Dia mengatakan, semua orang di Maungdaw, daerah di Negara Bagian Rakhine dimana ia berasal, dipenuhi dengan sukacita, dan bergembira atas penghargaan yang diperoleh Suu Kyi seolah-olah penghargaan itu juga milik mereka sendiri.

"Untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan, kami Rohingya merasa seolah-olah kami adalah bagian dari negara ini. Kami bangga menyebut diri kami orang Myanmar," tulis Ali.

Setelah menderita bertahun-tahun karena tindakan militer, hadiah perdamaian yang diperoleh Suu Kyi mengilhami Ali dan warga Rohingya lain yang telah puluhan tahun mengalami penindasan. Tumbuh dewasa, kakek Ali selalu berbicara dengannya mengenai Suu Kyi.

Kakek Ali akan memilih kambing dan sapi terbesar untuk disembelih saat anggota partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, akan berkunjung. Dia akan dengan ramah menyambut mereka.

"Ayah saya dan kakek tercinta saya ingin saya mengikuti jalan yang telah Anda pilih, dan ibu saya tertarik kepada Anda dengan suara dan aktivisme Anda yang kuat," tambah Ali dalam suratnya.

Pada tahun 2010, ketika Suu Kyi akhirnya dibebaskan oleh militer dari tahanan rumah, warga Rohingya bersukacita. Tapi tujuh tahun kemudian, Rohingya, tetap menjadi korban keadaan brutal dan genosida. "Kali ini, di tanganmu," kata Ali.

Ali menerangkan, sejak kemenangan pemilihan umum di tahun 2015, Suu Kyi menyingkirkan perwakilan Muslim dari partainya. Ini adalah tanda pertama tindakan politik yang dimainkan Suu Kyi.

Beberapa bulan kemudian, administrasi Suu Kyi meluncurkan operasi pembersihan di negara bagian Rakhine utara. Selama bulan-bulan tersebut, banyak warga sipil terbunuh dan wanita diperkosa.

Meskipun ada kecaman internasional yang meluas, Suu Kyi menolak kejahatan tersebut. "Anda bahkan menolak menyebut kami sebagai Rohingya, istilah yang tepat yang mewakili etnisitas bangsaku orang-orang yang telah tinggal di Rakhine selama berabad-abad," katanya.

Sejak dimulainya kekerasan pada 25 Agustus, lebih dari 500 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. Lebih dari 1.000 warga desa Rohingya telah terbunuh, 15.000 rumah telah terbakar habis.

Ali melanjutkan, pada tanggal 1 September, ia dan orang tuanya terpaksa meninggalkan rumah mereka. Setelah tiga hari dua malam, ia sampai di Bangladesh setelah melintasi sungai Naf di sebuah perahu dayung kecil. Ia kemudian menemukan tempat berlindung di kamp pengungsian Kutupalong.

Sesampai di kamp pengungsian, Ali baru saja menerima informasi bahwa rumahnya terbakar habis. Sementara banyak yang akan mengatakan, bahwa itu adalah tindakan tentara atau warga, Ali merasa justru Suu Kyi lah yang harus disalahkan.

"Anda tidak hanya membakar rumah saya, Anda juga membakar buku-buku saya," katanya.

Ali yang bermimpi menjadi seorang penulis dan belajar bahasa Inggris di Universitas Sittwe, harus mengubur mimpinya karena orang Rohingya dilarang mendaftar atau belajar di sana. Ia mengaku mencari inspirasi dari buku dan artikel.

"Anda membakar Jalan Panjang Nelson Mandela menuju Kebebasan. Anda membakar Autobiografi Mahatma Gandhi. Anda membakar Leymah Gbowee's Mighty Be Our Power. Dan Anda membakar buku Anda sendiri, Freedom from Fear. Andalah yang bertanggung jawab untuk menetapkan harapan dan impian saya terbakar," tambahnya.

Dan sekarang, saat ia berada di Bangladesh sebagai pengungsi, ayahnya sering bertanya keberadaan Suu Kyi. Ayah Ali menanyakan Suu Kyi yang tidak pernah mengunjungi Rohingya, entah di Negeri Rakhine atau ke Cox's Bazar.

"Anda telah memilih jalan Anda, itu jelas bagi semua orang untuk melihat. Sekarang nama Anda akan menjadi sinonim bagi jutaan orang Rohingya yang mengungsi ke seluruh dunia dengan banyaknya tirani dan diktator yang telah datang sebelum Anda," tandas Ali dalam suratnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement