Selasa 05 Sep 2017 15:47 WIB

PBB Diminta Kirim Pasukan Perdamaian ke Rakhine

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.
Foto: AP Photo
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP), Din Syamsuddin berharap, organisasi-organisasi internasional seperti Persekutuan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat turun tangan menyelesaikan persoalan Rohingya. Tidak cuma mengeluarkan resolusi, ia meminta PBB dapat berbuat lebih.

"Bila perlu, PBB selain mengeluarkan resolusi, kirim peace keeping force ke Rakhine, tentu setelah dilakukan gencatan senjata," kata Din usai mengisi pengajian akbar yang diselenggarakan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta kepada Republika.co.id, Selasa (5/9).

Ia meminta lembaga-lembaga internasional tidak berhenti untuk mengirimkan aksi-aksi kemanusiaan kepada warga Rohingya. Din mengaku cukup senang lantaran dari Indonesia, cukup banyak lembaga-lembaga kemanusiaan yang aktif mengirimkan bantuan kepada warga Rohingya.

Din berpendapat, persoalan Rohingya memang komplikasi karena banyak dimensi yang ada, yaitu dimensi etnis dan kentalnya dimenasi keagamaan. Parahnya, kondisi itu telah terjadi cukup lama, dan ringkasnya ada kecenderungan pembersihan etnis dari mayoritas di Myanmar.

"Warna konflik etnik memang lebih dominan daripada agama, tapi keduanya berhimpitan dan etnis Rohingya kebetulan Muslim," ujar Din.

Selain itu, ia melihat faktor terjadinya konflik di Rakhine ditambah proses transisi demokrasi yang memang belum cukup lama di Myanmar. Sekarang, lanjut Din, ditambah dimensi ekonomi dan bisnis karena kabarnya Rakhine sendiri memiliki cadangan sumber daya minyak.

Namun, Din prihatin terhadap tidak sedikitnya media-media barat yang malah menyudutkan posisi Muslim Rohingya, tentang diserangnya Pos Polisi Rakhine yang mengakibatkan korban. Mereka menyimpulkan, jika serangan itu yang jadi pemicu serangan balasan kepada warga Rohingya.

"Tapi, kita harus pahami pembantaian, apalagi terhadap kaum wanita dan anak-anak sampai membuat banyak keluarga terusir dari kampung halamannya, tetap tidak bisa dibenarkan," kata Din menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement