Sabtu 09 Sep 2017 03:11 WIB

Pengungsi Rohingya Minum Air Hujan demi Hilangkan Dahaga

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Seorang anak etnis Rohingya di pengungsian (ilustrasi).
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Seorang anak etnis Rohingya di pengungsian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Penderitaan pengungsi Rohingya memang belum usai. Setelah bebas dan terhindar dari kekejaman militer Myanmar, saat ini mereka harus hidup terkatung-katung di kamp pengungsi di Bangladesh bahkan harus minum air hujan untuk melepas dahaga.

Selain bahan makanan, para pengungsi juga kekurangan pasokan air bersih. Tak ayal, ketika hujan turun, para pengungsi mulai mengambil botol atau wadah lainnya untuk menampung setiap tetesnya.

Setelah reda, mereka pun mulai meminum air hujan yang sudah tertampung. Mereka meminum secukupnya, kemudian membagikannya kepada pengungsi lain yang belum mendapatkannya. Ini adalah satu-satunya air bersih yang para pengungsi dapatkan.

Badan-badan bantuan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup bekal dan makanan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. Pada Jumat (8/9), Program Pangan Dunia PBB juga melaporkan mereka membutuhkan dana sekitar 14,8 juta dolar Amerika Serikat untuk memasok kebutuhan pangan para pengungsi Rohingya. Baik yang baru saja tiba atau yang telah tinggal di kamp-kamp penampungan di perbatasan Bangladesh.

Sebelumnya pengungsi Rohingya mulai tiba di Katupalong pada akhir Agustus lalu, kamp-kamp pengungsi PBB di daerah tersebut telah cukup padat. Seiring dengan gelombang pengungsi yang tak kunjung usai, mereka akhirnya terpaksa mendirikan tenda-tenda seadanya di sepanjang jalan menuju perbatasan Bangladesh.

Tinggal di tenda seadanya dengan ketersediaan bahan makanan yang tipis, tentu tidaklah mudah. Terlebih lagi, di antara ratusan ribu pengungsi, tak sedikit mereka yang memiliki bayi dan balita. "Kami butuh makanan untuk anak-anak," kata seorang pengungsi perempuan Rohingya, seperti dilaporkan laman Aljazirah, Sabtu (9/9).

Dia mengungkapkan tak tahu lagi harus pergi ke mana dan berbuat apa untuk tetap bertahan hidup. "Kami tidak tahu ke mana kita akan pergi dari sini, kita hanya mengikuti apa yang sedang dilakukan orang (pengungsi) lain," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement