Ahad 10 Sep 2017 10:45 WIB

Macron, Trump, Abe, dan Tekanan untuk Korut

Presiden terpilih Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP
Presiden terpilih Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron membahas peningkatan tekanan dan sanksi bagi Korea Utara melalui telepon dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. "Ketiga pemimpi menekankan keperluan untuk sebuah reaksi yang "terpadu dan tegas" dari masyarakat internasional kepada Pyongyang," menurut kantor Kepresidenan Prancis, Sabtu (9/9)

Korea Selatan pada Sabtu bersiap untuk kembali menghadapi uji coba peluru kendali nuklir saat negata itu merayakan ulang tahunnya, hanya beberapa hari setelah uji coba nulir keeenam dan terbesarnya yang membuat goyang pasar uang global dan makin meningkatkan ketegangan di kawasan. Pada pekan lalu Korea Utara melakukan uji coba nuklir yang memicu kecaman dunia internasional.

Menurut kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, pengembangan bom hidrogen itu dilakukan di tengah peningkatan ketegangan wilayah menyusul dua uji peluru kendali antar benua (ICBM) Pyongyang pada Juli, yang dapat terbang hingga sekitar 10 ribu kilometer dan diperkirakan menjangkau beberapa bagian dari daratan utama Amerika Serikat.

Di bawah kepemimpinan generasi ketiga, Kim Jong-un, Korea Utara berusaha mengembangkan perangkat nuklir kecil dan ringan, yang sesuai dengan peluru kendali balistik jarak jauh tanpa mempengaruhi jangkauannya, sehingga mampu bertahan setelah kembali memasuki atmosfer Bumi.

Korea Utara, yang mengembangkan kegiatan nuklir dan peluru kendalinya meskipun bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan menyebabkannya dikenai beberapa sanksi, "baru-baru ini berhasil" membuat kemajuan dalam pengembangan bom hidrogen yang akan dimuat dalam ICBM, menurut laporan KCNA.

"Bom-H, yang kekuatan peledaknya dapat disesuaikan dari puluhan kilo ton hingga ratusan kilo ton, merupakan senjata termonuklir bersifat multifungsi dengan kekuatan perusak yang hebat, meskipun diledakkan bahkan di tempat yang tinggi untuk serangan EMP (Electromagnetic Pulse) super kuat guna menyerang sesuai dengan tujuan strategis," kata KCNA.

Kim Dong-yub, seorang ahli militer di Institut Studi Timur Jauh pada Universitas Kyungnam, Seoul, merasa skeptis. "Jika merujuk pada daya ledak puluhan sampai ratusan kilo ton, itu tampaknya bukan bom H yang sama sekali baru. Kemungkinan itu hanyalah perangkat nuklir yang diperkuat," kata Dong-yub, mengacu pada bom atom, yang menggunakan beberapa isotop hidrogen untuk meningkatkan daya ledak.

Daya ledak bom hidrogen dapat mencapai ribuan kilo ton, lebih kuat daripada bom nuklir, yang terakhir di uji Korea Utara pada September dengan kekuatan hanya sekitar 10 sampai 15 kilo ton, mirip dengan yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada 1945.

Sementara itu Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon mengatakan China memegang kunci untuk menyelesaikan ancaman nuklir Korea Utara dan harus berbuat lebih banyak dengan menggunakan semua pengaruhnya guna menghadapi tetangganya itu, demikian Reuters melaporkan.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement