Selasa 12 Sep 2017 10:40 WIB

Halimah, Presiden Wanita Pertama Singapura

Rep: MARNIATI/ Red: Winda Destiana Putri
Halimah Yacob.
Foto: The Independent
Halimah Yacob.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Halimah Yacob ditetapkan menjadi presiden wanita pertama Singapura. Mantan ketua parlemen ini akan secara resmi dilantik pada hari Rabu (13/9), setelah kandidat lainnya tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk mengikuti pemilihan.

Pengalaman wanita melayu ini sebagai pembicara di parlemen selama lebih dari tiga tahun secara otomatis memenuhi syarat peraturan pencalonan. Menurut Departemen Pemilihan (ELD), dari empat pemohon, dua di antaranya bukan orang Melayu dan dua lainnya tidak diberi sertifikat kelayakan.

Tak lama setelah pengumuman tersebut, calon presiden Mohamed Salleh Marican dan Farid Khan mengkonfirmasi bahwa permohonan mereka telah ditolak. Halimah mengatakan ELD mengeluarkan sertifikat kelayakan kepadanya, yang membuka jalan baginya untuk ikut serta dalam Pemilu Presiden.

"Saya hanya bisa mengatakan bahwa saya berjanji untuk melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan untuk melayani masyarakat Singapura dan itu tidak berubah apakah ada pemilihan atau tidak ada pemilihan," katanya kepada wartawan yang berkumpul di ELD.

Farid Khan, salah satu kandidat yang gagal adalah ketua perusahaan jasa kelautan Bourbon Offshore Asia. Ia mengatakan dengan terpilihnya Halimah Yacob maka lebih banyak lagi orang Malaysia memegang jabatan politik, dan beberapa di antaranya berada di dunia usaha. Masa jabatan enam tahun Presiden Tony Tan berakhir pada 31 Agustus, dan J Y Pillay, ketua Dewan Penasihat Presiden, telah menjadi Pejabat Presiden sejak 1 September.

Kaum Melayu terakhir yang memegang kursi kepresidenan adalah Yusof Ishak. Gambar dirinya menghiasi uang kertas negara tersebut. Yusof adalah presiden antara tahun 1965 dan 1970, tahun-tahun pertama kemerdekaan Singapura menyusul persatuan dengan negara tetangga Malaysia, namun kekuasaan eksekutif terletak pada Lee Kuan Yew, perdana menteri pertama negara tersebut.

Pemisahan Singapura dari Malaysia membuat etnis Melayu menjadi mayoritas di Malaysia, sementara etnis Tionghoa membentuk mayoritas di Singapura. Namun, para pemimpin kedua negara mengakui bahwa perdamaian dan kemakmuran bergantung pada pelestarian harmoni antara kedua kelompok.

Meski demikian, sebuah laporan pemerintah yang diterbitkan pada tahun 2013 menemukan orang-orang Melayu terkadang merasa didiskriminasikan dan memiliki prospek terbatas di beberapa institusi, seperti angkatan bersenjata. Kebijakan pendidikan dan ekonomi Singapura telah membantu menciptakan jajaran kelas menengah Melayu, namun sensus terakhir di tahun 2010 menunjukkan bahwa mereka tertinggal dari kelompok etnis lain mengenai tindakan sosio-ekonomi seperti pendapatan rumah tangga dan kepemilikan rumah.

Orang-orang Melayu, yang membentuk lebih dari 13 persen dari 3,9 juta warga Singapura dan penduduk tetap, juga berperforma buruk terhadap tindakan seperti pendidikan di universitas dan sekolah menengah. Meski menjadi calon presiden, Halimah mengenakan jilbab, yang dilarang di sekolah negeri dan pekerjaan sektor publik yang membutuhkan seragam. Tapi dia jarang berbicara secara terbuka mengenai masalah ini.

Halimah binti dulunya anggota Partai Aksi Rakyat (PAP), dia adalah Ketua Parlemen yang kesembilan, yang menjabat dari Januari 2013 sampai Agustus 2017. Dia adalah Anggota Parlemen (MP) yang mewakili Konstituensi Perwakilan Jurong Group antara tahun 2001 dan 2015, dan Konfrensi Demokrasi Kelompok Marsiling-Yew Tee pada tahun 2015 dan 2017. Pada tanggal 7 Agustus 2017, dia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Pembicara dan MP, dan dari keanggotaannya di PAP, untuk menjadi kandidat untuk pemilihan presiden Singapura 2017. Halimah memenangkan kursi kepresidenan setelah dinyatakan sebagai satu-satunya kandidat yang memenuhi syarat untuk jabatan tersebut, dilansir laman Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement