Rabu 11 Mar 2015 11:55 WIB

Cina Perketat Pengawasan Susu dari Selandia Baru

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Bayi dan susu formula
Foto: guardian.co.uk
Bayi dan susu formula

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pasca merebaknya isu ancaman kontaminasi pestisida dalam susu dari Selandia Baru, Cina mulai mengetatkan pengawasan.

Cina adalah importir terbesar susu bubuk formula bayi dari Selandia Baru. Pengawas pengendali kualitas Cina mengatakan, Cina akan mengawasi dengan hati-hati impor susu bubuk dari negara eksportir terbesar produk susu  tersebut.

''Cina telah mulai mengambil langkah dan akan meminta setiap produk impor disertifikasi tidak mengandung 1080,'' kata Administrasi Umum Pengawasan Kualitas, Inspeksi dan Karantina Cina dalam situsnya, Selasa (10/3).

1080 adalah pestisida yang biasa digunakan di pertanian Selandia baru untuk mengendalikan hama. Nama lain 1080 adalah sodium floroasetat. Menurut badan pengawasan tersebut, pihak importir harus menyertakan laporan pengujian produk bebas kontaminan.

Para distributor juga harus memastikan semua produk dikemas utuh. Hingga saat ini, mereka mengatakan tidak ada laporan kasus keracunan pestisida dari susu di Cina.

Menurut mereka, para pelanggan juga harus lebih hati-hati ketika membeli susu dari Selandia Baru. Masyarakat harus memastikan tidak ada kerusakan pada kemasan dan harus langsung melapor jika ada yang mencurigakan.

Langkah Cina ini menyusul sebuah surat ancaman pada perusahaan susu Fonterra dan Federasi Petani di Selandia Baru. Surat tersebut berisi ancaman akan meracuni produk susu jika pemerintah tidak menghentikan penggunaan 1080 dalam pertanian hingga batas waktu Maret 2015.

Sebelumnya, Fonterra pernah tertimpa kasus kontaminasi bakteri penyebab botulisme. Kontaminasi ditemukan di salah satu produk Fonterra pada 2013.

Insiden ini membuat penarikan besar-besaran produk susu formula bayi, minuman olah raga dan lainnya dari Cina dan negara lainnya. Fonterra mengalami kerugian besar karena beberapa klien menghentikan dan mengurangi kerja sama.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement