Senin 18 Sep 2017 11:20 WIB

AS: Waktu Hampir Habis untuk Solusi Damai dengan Korut

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Uji coba rudal balistik yang dilengkapi dengan sistem panduan presisi, di lokasi yang dirahasiakan di Utara Korea.
Foto: EPA / KCNA
Uji coba rudal balistik yang dilengkapi dengan sistem panduan presisi, di lokasi yang dirahasiakan di Utara Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali meningkatkan retorikanya terhadap Korea Utara (Korut) pada Ahad (17/9). AS memperingatkan, waktu hampir habis untuk solusi damai antara rezim Kim Jong-un dan AS, serta sekutu-sekutunya.

Pejabat pemerintah AS mengatakan risiko dari program senjata nuklir Korut saat ini semakin meningkat. Mereka menggarisbawahi, Presiden Trump akan menghadapi krisis ini di Majelis Umum PBB pekan ini.

Dalam sambungan telepon dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in pada Sabtu (16/9), Trump menyebut Kim sebagai "Rocket Man". Ia mengatakan, jalur gas panjang dibangun di Korut karena adanya sanksi PBB baru-baru ini terhadap impor minyak.

Meskipun asisten utama Trump menekankan pemerintah AS sedang mengupayakan semua langkah diplomatik untuk mengendalikan Pyongyang, mereka menjelaskan pilihan militer masih tetap ada. "Jika Korea Utara terus menunjukkan perilaku sembrono ini, jika Amerika Serikat harus membela diri atau membela sekutunya dengan cara apapun, Korea Utara akan hancur," ujar Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB, kepada CNN.

"Tak satu pun dari kita menginginkan itu. Tak satu pun dari kita menginginkan perang. Tapi kita juga harus melihat fakta bahwa Anda berurusan dengan seseorang yang nekat, tidak bertanggung jawab, dan terus memberi ancaman tidak hanya ke Amerika Serikat, tapi juga untuk semua sekutunya. Jadi ada sesuatu yang harus dilakukan," tambah dia.

Trump dijadwalkan untuk bergabung dengan Moon dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada sebuah acara makan siang di New York, di sela-sela pertemuan PBB. Menurut Gedung Putih, mereka akan membahas masalah Korut.

Namun Trump tidak akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kedua pemimpin tersebut dilaporkan tidak akan hadir dalam pertemuan tahunan PBB itu.

Pekan lalu, PBB kembali mengeluarkan sanksi untuk Korut, dengan memotong 30 persen impor minyak dan mengurangi 90 persen ekspor Korut. Sanksi ini diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian negara terisolasi yang diperkirakan berpenduduk 25 juta orang itu. Namun Trump mengatakan pekan lalu dia dan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson merasa skeptis sanksi tersebut akan berdampak signifikan pada ambisi nuklir Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement