Rabu 20 Sep 2017 16:33 WIB

Inggris Tangguhkan Hubungan Militer dengan Myanmar

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Pengungsi melintasi sungai yang meluap di kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazaar, Bangladesh, Selasa (19/9).
Foto: Cathal McNaughton/Reuters
Pengungsi melintasi sungai yang meluap di kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazaar, Bangladesh, Selasa (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May mengumumkan bahwa Inggris akan menangguhkan hubungan militer dengan Myanmar sebagai protes atas kekerasan terhadap minoritas Muslim di negara tersebut. Dilansir dari express.co.uk, Rabu (20/9), pada hari pertama kunjungan Theresa May ke Majelis Umum PBB di New York, dia bergabung dengan seruan internasional untuk mengakhiri serangan berdarah terhadap orang-orang Rohingya.

Intervensinya menyusul tekanan pada pemimpin Aung San Suu Kyi yang mencoba menyelesaikan krisis tersebut dengan kritik yang menyalahkan militer karena pertumpahan darah di negaranya.

"Saya pikir penting bahwa Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya menjelaskan kepada militer bahwa tindakan ini harus dihentikan. Kami juga ingin melihat dukungan kemanusiaan untuk bisa memberikan dukungan kepada orang-orang Rohingya," ujar Theresa May.

Dia menambahkan, politikus Partai Konservatif Britania Raya Boris Johnson telah menyelesaikan pekerjaannya dalam sebuah pertemuan di Burma."Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada orang Rohingya di Burma. Tindakan militer terhadap mereka harus dihentikan. Kami telah melihat terlalu banyak orang rentan yang harus melarikan diri untuk hidup mereka," tambahnya.

Militer Myanmar telah dituduh melakukan kampanye pembersihan etnis.Suu Kyi, pemenang hadiah Nobel perdamaian , telah menghadapi kecaman atas sikapnya dalam kekerasan Rohingya. Suu Kyi juga tidak menghadiri pertemuan para pemimpin dunia PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement