Kamis 05 Oct 2017 10:40 WIB

Warga AS Bantu Danai Program Nuklir Korut? Ini Buktinya

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pekerja memindahkan peti kemas di perusahaan produk makanan laut olahan Cina, Yanbian Shenghai Industry & Trade Co. Ltd di kota Hunchun, Provinsi Jilin. Perusahaan ini banyak mempekerjakan warga negara Korea Utara.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Seorang pekerja memindahkan peti kemas di perusahaan produk makanan laut olahan Cina, Yanbian Shenghai Industry & Trade Co. Ltd di kota Hunchun, Provinsi Jilin. Perusahaan ini banyak mempekerjakan warga negara Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID,HUNCHUN -- Para pekerja terbangun setiap pagi di asrama yang terletak di Hunchun, Cina. Mereka adalah orang-orang Korea Utara (Korut) yang dikontrak oleh pemerintah Korut untuk memproses makanan laut yang akan dikirimkan ke toko-toko di berbagai belahan dunia.

Privasi adalah kemewahan. Para pekerja asal Korut itu tidak bisa meninggalkan asrama tanpa izin. Untuk berangkat ke pabrik, mereka harus berjalan berkelompok dengan orang Korut lainnya sehingga tidak ada yang bisa kabur.

Mereka tidak memiliki akses ke telepon atau email. Mereka pun tidak bisa mendapatkan gaji penuh karena 70 persen dari pendapatan mereka harus disetor ke pemerintah Korut.

Investigasi yang dilakukan oleh AP itu menunjukkan, orang-orang di Amerika Serikat (AS) yang membeli produk makanan laut olahan itu secara tidak sengaja telah membantu pemerintah Korut.

Ketika Korut menghadapi sanksi ekspor, pemerintah Kim Jong Un mengirimkan puluhan ribu pekerjanya ke seluruh dunia. Diperkirakan total pendapatannya mencapai 200 hingga 500 juta dolar AS per tahun. Hal itu tentunya dapat membantu pendanaan program senjata nuklir Korut yang disebut menelan biaya hingga lebih dari 1 miliar dolar AS.

Kehadiran pekerja Korut di luar negeri telah banyak diketahui. Akan tetapi, investigasi ini berhasil mengungkap produk yang dibuat oleh pekerja tersebut berujung ke pasar di Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan tempat lain di Uni Eropa.

Perusahaan AS tidak diizinkan untuk mengimpor produk yang dibuat oleh pekerja Korut di mana pun di dunia. Importir atau pejabat perusahaan yang melakukan hal itu dapat menghadapi tuntutan pidana karena menggunakan pekerja Korut atau mendapat manfaat material dari pekerjaan mereka.

Seluruh perusahaan yang berhasil dikonfirmasi AP, mengaku kerja paksa dan dukungan potensial untuk program senjata Korut tidak dapat diterima. Beberapa mengaku akan segera menyelidiki dan beberapa mengaku telah memutuskan hubungan dengan pemasok.

Presiden National Fisheries Institute yang merupakan asosiasi perdagangan makanan laut terbesar di AS John Connelly mengatakan akan meminta semua anggotanya untuk memeriksa kembali rantai pasokan. "Hal itu untuk memastikan gaji diterima pekerja dan tidak dikirimkan untuk mendukung diktator berbahaya," kata Connelly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement