Senin 25 Sep 2017 17:33 WIB

Irak: Referendum Kurdi tidak Mengikat Secara Hukum

Rep: FIRA NURSYAHBANI/ Red: Winda Destiana Putri
Pasukan Peshmerga Kurdi berkumpul sebelum memasuki Nawaran untuk melawan ISIS, sekitar 20 kilometer dari Mosul, Kamis, 20 Oktober 2016.
Foto: AP Photo/Marko Drobnjakovic
Pasukan Peshmerga Kurdi berkumpul sebelum memasuki Nawaran untuk melawan ISIS, sekitar 20 kilometer dari Mosul, Kamis, 20 Oktober 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Ketua Parlemen Irak, Salim al-Jubouri, mengatakan hasil referendum Kurdi yang akan memisahkan wilayah Kurdi di Irak utara, tidak akan mengikat secara hukum. Pemilih di daerah yang berada di bawah kendali Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG), termasuk daerah yang diperebutkan di Baghdad dan Erbil, mulai memberikan suara pada Senin (25/9) dalam sebuah referendum kontroversial untuk kemerdekaan Kurdi.

"Kami ingin menjaga Kurdi di tanah air kami," ujar al-Jubouri dalam sebuah pernyataan.

"Persatuan Irak adalah perhatian utama kami dan kami tidak akan menyerah. Referendum akan mempengaruhi pemilihan yang akan datang dan akan menyeret negara dalam fase baru," tambah dia, dikutip Anadolu.

Irak, Turki, Iran, AS, dan PBB telah menentang jajak pendapat tersebut. Mereka mengatakan hal ini hanya akan mengalihkan perhatian dari perlawanan terhadap ISIS dan selanjutnya akan membuat kawasan menjadi tidak stabil.

Pada Senin (25/9), Turki mengumumkan akan menganggap hasil referendum Kurdi yang diadakan di Irak utara 'batal demi hukum.' Pemerintah pusat Irak bahkan telah mengancam untuk melakukan intervensi militer jika referendum tersebut mengarah pada kekerasan.

Presiden KRG Masoud Barzani mengatakan kemenangan "Ya" dalam referendum tidak akan menghasilkan deklarasi kemerdekaan secara otomatis. Hasil ini hanya akan mengarah pada perundingan lebih lanjut dengan Baghdad.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement