Selasa 03 Oct 2017 18:37 WIB

Muslim Rohingya Ragu Bisa Pulang Lagi ke Myanmar

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Muslim Rohingya di Bangladesh merasa skeptis terkait peluang mereka untuk pulang ke Myanmar, kendati pemerintahan di Yangon telah memberikan jaminan akan menerima orang-orang yang diverifikasi sebagai pengungsi.

Pemerintah mengatakan siapapun yang diverifikasi sebagai pengungsi akan diizinkan untuk kembali di bawah proses yang dibentuk dengan Bangladesh pada 1993.

Bangladesh dan Myanmar pada Senin sepakat untuk mengatur rencana pemulangan Rohingya. Juru bicara pemerintah Myanmar memastikan akan ikut serta dan memverifikasi status mereka dengan dokumen.

Tapi banyak pengungsi di kamp-kamp di Bangladesh meragukan janji pemerintah Myanmar tersebut.

 "Semuanya terbakar, bahkan orang-orang dibakar. Saya menolak kemungkinan orang-orang memiliki dokumen untuk membuktikan hak untuk tinggal di Myanmar," kata pengungsi Rohingya, Abdullah.

Menurutnya, walaupun pengungsi memiliki dokumen, namun kembali tanpa jaminan kewarganegaraan penuh dapat membuat mereka rentan terhadap penganiayaan dan pembatasan yang telah dialami selama bertahun-tahun.

"Jika kita ke sana, kita harus kembali kemari. Jika mereka memberi kami hak kami, kami akan pergi, tapi orang-orang melakukan ini sebelumnya dan mereka harus kembali," ujar Amina Katu (60).

Bulan lalu, Anwar Begum mengatakan kepada Reuters, dia telah melarikan diri dari Myanmar tiga kali. Pertama kali melarikan diri dari tindakan keras tahun 1978, dan dia kembali ke tahun berikutnya. Dia melarikan diri lagi pada tahun 1991 dan kembali pada 1994.

"Saya tidak ingin kembali. Saya tidak percaya pemerintah. Setiap kali pemerintah setuju kita bisa kembali, maka kita di sana dan mereka melanggar janjinya," tambah petenis berusia 55 tahun itu.

Meskipun Myanmar belum memberikan kewarganegaraan Rohingya, berdasarkan prosedur 1993, mereka setuju untuk menarik kembali orang-orang yang bisa membuktikan sebagai warga Myanmar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement