REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Amerika Serikat (AS) dan Turki telah saling menangguhkan semua layanan visa non-imigran. Langkah ini dilakukan kedua negara tersebut setelah terjadi insiden penangkapan karyawan konsulat AS di Istanbul pekan lalu.
Dengan beberapa pengecualian, langkah ini secara efektif menghalangi warga Turki untuk melakukan perjalanan ke AS, dan sebaliknya, tanpa batas waktu. AS mengatakan pihaknya sangat terganggu oleh penangkapan karyawan mereka, yang dituduh memiliki hubungan dengan ulama Fethullah Gulen yang berbasis di Pennsylvania.
Turki telah beberapa kali meminta AS untuk mengekstradisi Gulen. Gulen dipersalahkan atas kudeta yang gagal terhadap pemerintah Turki tahun lalu, meskipun Gulen sendiri membantah terlibat dalam kudeta tersebut.
"Peristiwa terakhir itu telah memaksa pemerintah Amerika Serikat untuk menilai kembali komitmen pemerintah Turki terhadap keamanan misi dan personil AS," ujar misi AS yang berada di Ankara, dalam sebuah pernyataan, dikutip CNN.
Hanya 24 jam setelah pengumuman penangguhan layanan visa oleh AS, Turki membalas melalui kedutaan besarnya di Washington. Turki mengeluarkan sebuah pernyataan yang sama seperti yang telah dikeluarkan oleh AS mengenai penangguhan layanan visa non-imigran.
Kedutaan Turki mengatakan, langkah yang akan segera efektif itu, akan berlaku untuk visa paspor, e-visa, dan visa yang diperoleh di perbatasan. Sementara, AS tidak akan mengeluarkan visa warga Turki yang hendak mengunjungi AS kecuali jika mereka berencana untuk pindak ke sana.