Selasa 10 Oct 2017 00:01 WIB

Turki Balas Tindakan AS Batasi Layanan Visa Kunjungan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Istanbul, 9 Juli 2017.
Foto: AP Photo
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Istanbul, 9 Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,ANKARA -- Pemerintah Turki, pada Senin (9/10), menangguhkan layanan visa non-imigran di semua fasilitas diplomatiknya di Amerika Serikat (AS). Keputusan ini diambil merespons tindakan serupa yang dilakukan AS.

Pekan lalu, seorang pekerja konsulat AS di Istanbul dibekuk oleh otoritas keamanan Turki. Ia ditangkap karena dicurigai memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen, tokoh yang dituduh mendalangi aksi kudeta di Turki tahun lalu.

Walaupun pekerja yang ditangkap adalah pria berkewarganegaraan Turki, tetapi AS memprotes tindakan tersebut. Alhasil, AS, pada Ahad (8/10) malam, mengumumkan bahwa pihaknya akan membatasi layanan visa non-imigran terhadap warga negara Turki. Visa ini diperuntukkan bagi mereka yang hendak berwisata, perawatan medis, bisnis, pekerjaan sementara, dan studi ke AS.

AS berpendapat penangkapan seorang pekerja konsulatnya di Istanbul memaksa mereka untuk menilai kembali komitmen Ankara terhadap keamanan fasilitas dan staf diplomatiknya di sana.

"Untuk meminimalkan jumlah pengunjung Kedutaan Besar dan Konsulat sementara penilaian ini berlanjut, segera kami menangguhkan semua layanan visa non-imigran di semua fasilitas diplomatik AS di Turki," kata Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Turki melalui akun Twitter-nya.

Beberapa jam setelah AS mengumumkan tentang pembatasan layanan visa tersebut, Kedubes Turki di Washington pun menerbitkan pernyataan serupa dengan bunyi kalimat yang cukup mirip. "Untuk meminimalkan jumlah pengunjung Kedutaan Besar dan Konsulat saat penilaian ini berjalan efektif, segera kami menghentikan semua layanan visa non-imigran di semua fasilitas diplomatik Turki di AS," kata Kedubes Turki melalui akun Twitter resminya, seperti dilaporkan laman Aljazirah.

"Tindakan ini akan berlaku untuk visa paspor, visa elektronik, dan visa yang diperoleh di perbatasan," ujar Kedubes Turki.

Penangguhan pelayanan visa oleh kedua negara menunjukkan keretakan hubungan antara Ankara dan Washington. Keretakan ini memang dipicu oleh beberapa hal, antara lain karena perbedaan pandangan terkait perang di Suriah dan aksi percobaan kudeta di Turki yang gagal pada 2016.

Turki telah lama menekan AS untuk mengekstradisi Fethullah Gulen, tokoh yang dituding mempelopori percobaan kudeta di Turki tahun lalu. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Gulen sebagai aktor yang menghasut gerakan kudeta. Namun Gulen telah membantah semua tuduhan tersebut.

Gulen pun menepis tudingan Turki bahwa kepindahannya dari Kanada ke AS adalah usaha untuk menghindari ekstradisi. "Rumor itu sama sekali tidak benar," kata Gulen pada Juli lalu.

Kendati belum berhasil menyeret Gulen, di dalam negeri, Pemerintah Turki melakukan penangkapan dan pemecatan besar-besaran terhadap orang-orang yang diduga terlibat aksi percobaan kudeta. Lebih dari 4.000 anggota peradilan Turki disisihkan. Sebagian dari mereka dipecat dan sebagian lainnya dipenjara

Pemerintah Turki pun menangkap tokoh-tokoh militer. Setidaknya 13 jenderal senior militer Turki telah dipenjara pada Juli lalu. Mereka ditahan atas tuduhan membentuk dan menjadi anggota teroris bersenjata serta melakukan percobaan kudeta.

Selain terkait kudeta, memanasnya hubungan antara Ankara dan Washington juga disebabkan karena perang Suriah. Turki telah lama memprotes dukungan militer AS terhadap anggota Unit Perlindungan Rakyat (YPG) Kurdi di Suriah.

Turki telah menganggap YPG sebagai afiliasi dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang atau telah dicap sebagai organisasi teroris. Ankara mengklaim YPG dan PKK adalah kelompok yang telah melakukan perlawanan bersenjata dan pemberontakan selama tiga dekade terakhir di Turki tenggara. Oleh karena itu, mereka mengecam dukungan militer AS terhadap kelompok tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement