Kamis 19 Oct 2017 04:30 WIB

Xi Jinping Singgung Majunya Pembangunan di Laut Cina Selatan

Presiden Cina Xi Jinping.
Foto: Reuters
Presiden Cina Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina Xi Jinping menyinggung kemajuan pembangunan pulau buatan di Laut China Selatan dalam laporan yang disampaikannya atas nama Komite Sentral PKC ke-18 di depan Kongres Nasional ke-19 PKC, Rabu (18/10).

"Pembangunan di pulau-pulau dan karang-karang perairan Laut Cina Selatan (LCS) mengalami kemajuan," katanya dalam laporan setebal puluhan halaman yang disampaikannya di depan 2.280 delegasi kongres yang berlangsung di Aula Akbar Rakyat Kota Beijing itu.

Xi Jinping menyinggung perihal pembangunan di gugusan pulau dan karang LCS yang disengketakan sejumlah negara itu ketika dia menyampaikan sejumlah pencapaian besar di bidang pembangunan ekonomi sejak penyelenggaraan Kongres Nasional ke-18 PKC tahun 2012

Dalam laporan berjudul "Mengamankan Kemenangan dalam Membangun Masyarakat Sejahtera di Semua Aspek dan Berjuang Menggapai Sukses Besar Sosialisme Berkarakter Cina untuk Era Baru" itu, Xi Jinping hanya sekali menyinggung isu Laut Cina Selatan.

Sengketa Laut Cina Selatan tersebut tidak hanya melibatkan kepentingan nasional Cina dan negara-negara yang terlibat dalam soal klaim tumpang tindih kedaulatan atas wilayah perairan yang diyakini kaya akan sumberdaya energi dan perikanan itu.

Selain menyeret kepentingan nasional negara-negara pengklaim seperti Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia dan Vietnam, sengketa wilayah tersebut juga telah memicu rivalitas Cina dan Amerika Serikat.

Rivalitas kedua raksasa ekonomi dunia di perairan yang diyakini pejabat AS mengandung cadangan minyak dan gas yang setara dengan cadangan minyak di Meksiko ini semakin jelas dalam dua tahun terakhir.

Pada Agustus lalu, misalnya, sebuah kapal perusak angkatan laut AS menggelar apa yang disebut Washington sebagai "operasi kebebasan berlayar". Kapal tersebut hanya berjarak 12 mil laut dari pulau buatan yang dibangun Cina di perairan sengketa itu.

Kendati tidak termasuk di antara negara-negara yang mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut China Selatan tersebut, wilayah perairan yang disengketan itu secara geografis berdekatan dengan perairan Pulau Natuna NKRI. Bahkan Pemerintah RI belum lama ini telah pun meresmikan peta baru yang mengganti nama zona ekonomi eksklusif Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara.

Di bagian lain laporan yang disampaikannya selama tiga setengah jam itu, Sekjen PKC yang juga Presiden Cina ini memaparkan tentang kemajuan yang dicapai dalam memodernisasi pertahanan nasional dan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Menurut Xi, upaya membangun militer yang kuat sesuai dengan kondisi zaman itu tak terlepas dari hasrat negerinya mewujudkan apa yang disebutnya "Mimpi Cina".

Untuk itu, pihaknya sudah memperkuat latihan militer dan kesiapan perang serta meningkatkan persenjataan dan pengembangan peralatan angkatan bersenjata. Selain itu, Cina pun mengambil misi-misi besar yang berhubungan dengan soal pertahanan hak maritim, kontra-terorisme, pemeliharaan stabilitas, misi pertolongan bencana, pasukan penjaga perdamaian, pendampingan di Teluk Aden, dan bantuan kemanusiaan.

Kongres Nasional ke-19 PKC yang dilangsungkan di bawah kepemimpinan presidium itu memiliki sejumlah agenda utama kongres. Selain mendengarkan dan membahas laporan Komite Sentral ke-18 PKC, setidaknya ada empat agenda utama lain.

Keempat agenda utama itu adalah pembahasan laporan kerja Komisi Sentral Pengawasan Disiplin ke-18 PKC, pembahasan dan penerimaan atas amandemen Konstitusi partai, pemilihan anggota Komite Sentral ke-19 PKC, dan pemilihan Komisi Sentral Pengawasan Disiplin ke-19 PKC.

Kongres Nasional ke-19 PKC yang diikuti 2.280 delegasi yang mewakili lebih dari 89 juta anggota dan 4,5 juta organ partai dari seluruh Cina itu berlangsung hingga 24 Oktober 2017.

Perlehatan akbar lima tahunan yang berlangsung di aula utama gedung "Great Hall of the People" (Aula Akbar Rakyat) Beijing itu diliput oleh lebih dari 700 wartawan dari Cina Daratan, Taiwan, Hong Kong dan Makau serta 1.818 jurnalis dari 134 negara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement