Kamis 19 Oct 2017 09:36 WIB
Protes Larangan Perjalanan Baru Trump

Aktivis AS Pawai #NoMuslimBanEver

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Aktivis AS protes larangan perjalanan Trump yang baru.
Foto: Reuters/David Ryder
Aktivis AS protes larangan perjalanan Trump yang baru.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pada hari Donald Trump terpilih sebagai presiden AS, seorang mahasiswa tingkat dua di Rutgers University Shereen Ali bekerja sebagai pelayan di restoran ayahnya di New York. Ia mengenang perkataan pelanggan yang menginginkan Trump mengusir semua Muslim yang ada di AS.

"Seorang pelanggan menatap wajah saya dan berkata, 'Saya tidak bisa menunggu sampai pria ini menjadi presiden sehingga dia bisa mengusir semua Muslim keluar dari negara ini dan menghentikan mereka masuk,'" kenang Ali seperti diansir Aljazirah, Kamis (19/10).
 
Saat itu, hal pertama yang terlintas dalam pikiran Ali adalah ia tidak dapat mengunjungi keluarganya di negara lain atau keluarganya tidak akan pernah bisa datang ke AS. Pada Rabu (18/10), Ali bergabung dengan ratusan aktivis di Washington memprotes upaya terakhir pemerintah Trump yang melarang warga Chad, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Suriah dan Venezuela masuk AS.
 
Pemrotes berkumpul di Lafayette Square, di samping Gedung Putih. Para pemimpin kampanye berpidato sebelum berbaris menuju Trump International Hotel. Mereka menyanyikan slogan "Tidak ada Larangan, Tak Ada Dinding, HAM untuk Semua!".
 
Demonstrasi yang dijuluki #NoMuslimBanEver ini diselenggarakan oleh koalisi organisasi imigrasi dan hak-hak sipil. Sambil membawa bendera Amerika, demonstran mengaku larangan perjalanan telah mempengaruhi mereka secara pribadi.
 
Kelompok Muslim dan HAM serta pendukungnya berkumpul dalam protes melawan larangan perjalanan terhadap Muslim di Washington, AS, Rabu, 18 Oktober 2017. (AP Photo/Manuel Balce Ceneta)
 
Yusuf Muse, seorang warga AS yang beremigrasi dari Somalia pada 1991, mengatakan ia belum pernah melihat orang tuanya dalam 27 tahun. Setelah mampu mendanai orangtuanya untuk datang ke AS, Muse memutuskan menunda perjalanan orang tuanya sampai pemerintah berhenti berusaha melarang perjalanan dari Somalia.
 
"Ini sangat menjengkelkan. Terkadang saya tidak tidur," kata Muse.
 
Penyelenggara telah merencanakan pawai pada Rabu dimana versi ketiga larangan presiden dijadwalkan akan berlaku. Namun seorang hakim federal di Hawaii pada Selasa menghentikan sementara administrasi untuk menerapkan sebagian besar pembatasan tersebut.
 
Perintah serupa dikeluarkan pada Rabu oleh seorang hakim federal di Maryland. Seorang aktivis hak-hak sipil terkemuka dan salah satu penyelenggara acara Linda Sarsour menyambut baik keputusan tersebut. Namun ia memperingatkan agar tidak berpuas diri.
 
"Saya mencintai Hawaii, tapi bagi saya ini adalah pertempuran kecil yang diraih dalam perang besar dimana kita berada sekarang untuk melindungi komunitas imigran, Muslim dan pengungsi. Kita tidak bisa hanya merayakan dan pulang ke rumah. Kita harus tetap berada di luar pertempuran, dan karena itulah kita di sini hari ini berkumpul di Washington DC," kata Sarsour.
 
Berbeda dengan dua perintah eksekutif pertama pemerintah, larangan perjalanan terbaru Trump tidak terbatas. Keputusan oleh Hakim Derrick K Watson di Hawaii hanya menghentikan pembatasan perjalanan dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Ini artinya Venezuela dan Korea Utara tetap dilarang.
 
Advokat berargumen Venezuela dan Korea Utara ditambahkan ke dalam daftar negara untuk mengaburkan tujuan pemerintah yang sebenarnya memberlakukan larangan bagi Muslim. "Mereka hanya melemparkan negara-negara ini untuk menyeimbangkan tuduhan bahwa ini adalah larangan Muslim," kata Direktur Eksekutif Council on American-Islamic Relations (CAIR) di San Francisco dan Bay Area, Zahra Billoo.
 
Ia mengatakan tidak banyak orang yang datang dari Korea Utara untuk mendapatkan visa imigran, dan untuk Venezuela larangan itu terbatas pada pejabat pemerintah dan anggota keluarga mereka. Pemerintah Trump berpendapat larangan tersebut menargetkan delapan negara karena gagal memberikan informasi yang cukup
 
Menurut Gedung Putih, keputusan pengadilan Hawai menghambat upaya Presiden untuk menjaga agar rakyat Amerika tetap aman dan menerapkan standar keamanan minimum untuk masuk ke Amerika Serikat.
 
Pemerintah mengumumkan mereka akan mengajukan banding atas keputusan tersebut, dan aktivis, termasuk Direktur Komunikasi untuk Proyek Bantuan Pengungsi Internasional Henrike Dessaules mengatakan mereka menyadari saat ini mereka terlibat dalam pertarungan hukum yang panjang.
 
"Kami akan terus mengajukan tuntutan hukum terhadap larangan ini dan versi lainnya yang melanggar hak-hak Muslim, pengungsi atau imigran," kata Dessaules.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement