Senin 23 Oct 2017 08:25 WIB

Berkas Pembunuhan John F Kennedy akan Dibuka

Rep: Rizkyan Adiyudha, Kamran Dikarma/ Red: Elba Damhuri
John F Kennedy
John F Kennedy

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengizinkan lebih dari 3.000 berkas rahasia tentang pembunuhan Presiden ke-35 AS John F Kennedy dirilis pekan ini. Berkas tersebut rencananya akan dipublikasikan oleh Arsip Nasional AS pada Kamis (26/10).

"Sesuai dengan diterimanya informasi lebih lanjut, saya akan mengizinkan sebagai Presiden, berkas JFK yang telah lama diblokir dan dikunci, dibuka," tulis Trump dalam akun Twitter-nya seperti dilansir dari the Guardian, Sabtu (21/10) waktu setempat.

Gedung Putih mengeluarkan sebuah pernyataan kepada media bahwa Trump meyakini dokumen-dokumen tersebut harus dibuka demi alasan transparansi. Terkecuali, apabila ada lembaga-lembaga yang memberikan pembelaan demi keamanan nasional atau penegakan hukum yang lebih jelas.

Menurut ketentuan Kongres, Trump bisa menghalangi perilisan berkas tersebut dengan alasan akan membahayakan intelijen, penegakan hukum, operasi militer, atau hubungan luar negeri. Sebagian besar berkas diyakini berasal dari tahun 1960-an dan 1970-an.

Beberapa lusin dihasilkan oleh instansi pemerintah pada tahun 1990-an sebagai tanggapan nyata terhadap teori konspirasi yang dimuat dalam film kontroversial besutan sutradara Oliver Stone, JFK. Arsip Nasional AS mengatakan, semua dokumen akan dirilis dan tersedia di situsnya dalam satu hari, yaitu pada 26 Oktober.

Washington Post melaporkan, sebelumnya ada seorang pejabat dari Dewan Keamanan Nasional AS yang enggan disebutkan namanya meminta Trump untuk tidak memublikasikan dokumen itu. Pembunuhan Kennedy terjadi pada 22 November 1963, tepat seribu hari setelah dia menjabat sebagai presiden AS. Saat itu Kennedy berusia 46 tahun dan hingga kini tetap menjadi salah satu presiden AS paling dikagumi.

Ribuan buku, artikel, acara televisi, film, dan dokumenter telah diproduksi mengenai pembunuhan tersebut. Namun, survei menunjukkan, mayoritas warga AS masih tidak memercayai bukti resmi yang menunjuk Lee Harvey Oswald sebagai satu-satunya pembunuh. Sebagian pihak mengaitkan kematiannya dengan kejahatan terorganisir Kuba atau komplotan agen keamanan AS.

(Editor: Qommarria Rostanti).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement