Sabtu 04 Nov 2017 18:01 WIB

Korut Minta Sanksi Dicabut

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Gita Amanda
Peluncuran rudal korut.
Foto: EPA
Peluncuran rudal korut.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) meminta sanksi internasional yang dijatuhkan segera dicabut. Mereka berpendapat sanksi tersebut merupakan hukuman brutal yang merampas hak asasi manusia warga Korut.

Hal tersebut disampaikan perwakilan Korut di PBB Jenewa. Mereka menilai sanksi brutal yang dipimpin Amerika Serikat ditambah tekanan terhadap Korea Utara merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan genosida kontemporer.
 
"Sanksi itu mengancam dan menghalangi kelangsungan hidup rakyat Korea Utara termasuk melanggar hak asasi mereka di semua sektor," kata perwakilan Korea Utara di Jenewa, Sabtu (4/11), seperti dilansir Reuters.
 
Pemerintah Amerika Serikat secara sepihak menjatuhkan sanksi terhadap tujuh individu Korut dan tiga entitas negara tersebut. Sanksi yang diberlakukan pada September kemarin itu juga berisi larangan ekspor dan perjalanan serta pembekuan aset.
 
Perwakilan Korut di PBB mengatakan, sanksi internasional tersebut akan merugikan sektor utama perekonomian dan menghambat hak asasi manusia warga Pyongyang. Hukuman itu juga membuat beberapa negara memblokir kiriman peralatan medis beserta obat-obatan yang dibutuhkan ibu dan anak-anak di Korut.
 
"Semua jenis anti-hak asasi manusia dan sanksi tidak manusiawi terhadap Korea utara harus segera diakhiri," katanya.
 
Sanksi tersebut dijatuhkan menyusul rangkaian uji coba nuklir. Masyarakat global kemudian meningkatkan tekanan pada korut usai tes nuklir keenam dan menjadi yang terkuat pada 3 September kemarin.
 
Permintaan pemberhentian sanksi tersebut menyusul lawatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke kawasan Asia. Presiden AS ke-45 itu akan mengunjungi Jepang, Korea Selatan dan Cina untuk membantu menyelesaikan program nuklir Korut.
 
Sebelumnya, senator Partai Republik dan Demokrat menyetujui paket sanksi baru bagi Korut. Sementara itu saat Komite Perbankan Senat akan merumuskan undang-undang tersebut minggu depan, Presiden Donald Trump tengah melakukan lawatan pertamanya ke Asia sejak menjabat.
 
Di antara sejumlah tindakan lain, "UU Pembatasan Perbankan Otto Warmbier yang Melibatkan Korea Utara 2017," yang dinamai berdasarkan nama seorang pelajar AS yang meninggal setelah dipenjara di Korea Utara, itu akan memperluas sanksi yang ada dan memperkuat pengawasan Kongres atas sanksi Korut.
 
UU ini juga akan menjatuhkan sanksi kepada lembaga keuangan asing, seperti bank-bank China yang ditemukan memberikan layanan kepada setiap orang yang menjadi target dikenakan sanksi terkait Korut oleh Kongres AS, perintah eksekutif kepresidenan, atau resolusi Dewan Keamanan PBB.
 
Rancangan UU sanksi baru itu akan meminta Trump, atau presiden AS lainnya, untuk memberi tahu komite kongres mengenai niat untuk menghentikan atau menangguhkan sanksi tersebut. Ini juga mengharuskan presiden menyampaikan laporan berkala mengenai sistem untuk transaksi perizinan dan penjelasan singkat untuk Kongres oleh pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement