Rabu 15 Nov 2017 21:46 WIB

Pertemuan ASEAN tak Singgung Perang Lawan Narkoba Duterte

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Budi Raharjo
Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat KTT ASEAN Cina ke-20 di Manila, Filipina, Senin (13/11).
Foto: Linus Escandor/Pool Photo via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat KTT ASEAN Cina ke-20 di Manila, Filipina, Senin (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID,MANILA -- Ada dua isu utama mengenai hak asasi manusia yang ditunggu-tunggu untuk dibahas dalam pertemuan para pemimpin ASEAN. Yaitu penanganan Myanmar terhadap krisis Rohingya dan kampanye berdarah Filipina melawan pedagang obat-obatan terlarang.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menjadi Ketua ASEAN tahun ini, dinilai berhasil menangkis kritik terhadap perang melawan narkoba yang menyebabkan ribuan orang meninggal. "Saya pikir Duterte pintar dalam menggunakan acara ini untuk melegitimiasi dirinya dan mendorongnya kembali melawan kritik atas perang melawan narkobanya," kata seorang analis geopolitik dari De La Salle University di Manila, Richard Heydarian, menurut Aljazirah, Rabu(15/11).

Heydarian mengungkapkania tidak melihat ada pemimpin negara yang mengangkat isu perang melawan obat-obatan terlarang tersebut. kalau pun ada, itu sangat sedikit.

Sementara menuru tjuru bicara Duterte, dua dari 10 pemimpin ASEAN mengemukakan isu Rohingya pada pertemuan paripurna pada Senin (13/11) waktu setempat. Dan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi meyakinkan mereka bahwa krisis Rohingya tersebut sedang dalam proses penanganan.

Juru bicara tersebut juga menceritakan bahwa Suu Kyi juga setuju untuk menerima bantuan kemanusiaan untuk Rohingya. Di mana sebelumnya Myanmar telah dituduh membatasi masuknya bantuan tersebut untuk minoritas Muslim Rohingya.

Adapun dalam draft Pernyataan Ketua terdahulu, dokumen yang dikeluarkan oleh pemimpin tuan rumah untuk meringkas hasil diskusi, disebutkan para anggota hanya secara singkat menyinggung situasi Rohingya, yang dianggap sebagai ketahanan bencana.

Pernyataan itu berbunyi, Kami memberi apresiasi tinggi atas respons yang cepat dalam pengiriman bantuan untuk banjir bandang Vietnam dan korban longsor di Vietnam utara, masyarakat pengungsi di kota Marawi, Filipina, serta masyarakat yang terkena dampak di Negara bagian Rakhine utara, Myanmar.

Tidak ada lagi yang menyebutkan masalah ini dalam dokumen setebal 26 halaman tersebut. Hanya ada dua paragraf yang menyinggung masalah narkoba dan bagaimana negara-negara tersebut bekerja sama dalam upaya memeranginya.

Namun tidak ada klausul yangmenyebutkan kampanye Duterte melawan obat-obatan terlarang atau korbannya. Sedangkan segmen tentang hak asasi manusia tidak membahas krisis Rohingya maupun perang melawan narkoba.

"Saya pikir ini adalah hal terburuk yang bisa terjadi di ASEAN karena di samping Suriah,krisis Rohingya adalah krisis kemanusiaan terbesar yang sedang kita hadapi saatini di abad 21," ujar Heydarian.

Selain itu, menurut Heydarian, Duterte sangat berusaha keras untuk melindungi kampanyenya dari sorotan dan kritik. Sehingga negara-negara anggota ASEAN tidak dapat berbicara mengenai hak asasi manusia sama sekali.

Kemudian dalam konferensi pers Duterte dalam rangka melepas jabatannya sebagai ketua, ia mengecam Perdana Menteri Kanada JustinTrudeau, karena telah membawa isu hak asasi manusia, pembunuhan ekstra-yudisial dan supremasi hukum dengan Duterte. Di mana Trudeau adalah salah satu dari beberapa pemimpin dunia yag melakukan pertemuan bilateral dengan ASEAN.

"Ini adalah penghinaan pribadi dan resmi, karena itulah Anda mendengar saya mengecam," kata Duterte. "Ini membuat saya marah, Anda orang asing, Anda tidak tahu persis apa yang terjadi di negara ini."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement