Sabtu 18 Nov 2017 21:10 WIB

Kabar Hoax Picu Pertikaian Buddha dan Muslim di Sri Lanka

Muslim Sri Lanka
Foto: onislam
Muslim Sri Lanka

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Polisi Sri Lanka menangkap 19 orang setelah bentrokan pegaris keras dari masyarakat Buddha, yang mayoritas, dengan suku kecil Muslim di negara itu, kata juru bicara pada Sabtu (18/11). Sebanyak empat orang menderita luka-luka dalam peristiwa itu.

Ketegangan meningkat di antara kedua masyarakat tersebut pada tahun ini, dengan sejumlah kelompok Buddha beraliran keras menuding warga Muslim memaksa orang berpindah agama dan mencorat-coret tempat arkeologi Buddha.

Sejumlah kelompok nasionalis Buddha juga memprotes kehadiran pencari suaka dari suku kecil Muslim Rohingya Myanmar, yang berpenduduk mayoritas Buddha, di Sri Lanka. Polisi menyatakan kekerasan pada Jumat malam di kota pesisir Ginthota dipicu oleh desas-desus dan pesan bohong di sosial media.

"Ini bentrokan antara kelompok kecil ektrimis di dua grup etnis tersebut," kata juru bicara polisi Ruwan Gunasekera kepada Reuters.

Selah seorang yang ditangkap ialah seorang wanita yang menyebarkan kabar dengan salah bahwa orang-orang Islam akan menyerang kuail Buddha, katanya. "Kami telah memutuskan menangkap mereka yang telah menyebarkan pesan-pesan bohong dan desas-desus di sosial media," katanya.

Sekitar 70 persen dari 21 juta penduduk Sri Langka menganut agama Buddha dan 9 persen merupakan pemeluk agama Islam. Pemerintahan Presiden Maithripala Sirisena, setelah dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan diplomat karena tak cukup berbuat menumpas kelompok-kelompok garis keras Buddha, bertindak terhadap para penyerang anti-Muslim pada Juni tahun ini.

Tindakan tersebut terjadi setelah lebih 20 serangan atas kaum Muslim, termasuk pembakaran tempat-tempat usaha milik orang islam dan serangan-serangan dengan bom bensin atas masjid-masjid, yang tercatat dalam dua bulan.

Pada 20014, tiga orang Islam terbunuh dalam huru-hara yang dipicu kelompok keras Buddha.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement