Senin 20 Nov 2017 07:15 WIB

Bangladesh-Myanmar Bahas Pemulangan Pengungsi

Rep: marniati/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak laki-laki Rohingya Nabi Hussain yang menyelamatkan diri dari tentara Myanmar dengan berenang dengan jeriken.
Foto: AP
Anak laki-laki Rohingya Nabi Hussain yang menyelamatkan diri dari tentara Myanmar dengan berenang dengan jeriken.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh sedang melakukan negosiasi dengan Myanmar untuk memperoleh kesepakatan dalam memulangkan pengungsi Rohingya. Menteri luar negeri Bangladesh akan mengadakan pembicaraan dengan Myanmar pada pekan ini.

"Bangladesh dan Myanmar sedang dalam proses negosiasi untuk sebuah kesepakatan bilateral untuk repatriasi orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dan berharap untuk membentuk Kelompok Kerja Gabungan untuk memfasilitasi pemulangan," kata sebuah pernyataan kementerian, dengan mengutip ucapan Menteri Luar Negeri Abul Hasan Mahmood Ali dalam sebuah pertemuan dengan rekannya dari Jepang pada Ahad.

 

Seorang pembantu senior Ali mengatakan dia akan berangkat ke Myanmar pada Ahad untuk menghadiri pertemuan Asia-Eropa (ASEM). Setelah menghadiri ASEM, Ali akan melakukan pembicaraan bilateral mengenai Rohingya.

 

Pejabat tersebut mengatakan Ali mengharapkan sebuah kesepakatan untuk mengizinkan Rohingya kembali ke Myanmar. "Kedua negara hampir mencapai pemahaman tentang masalah ini dan masih ada beberapa poin yang harus disepakati. Kami berharap bisa mencapai kesepakatan," katanya.

 

Myanmar belum menyampaikan komentarnya terkait hal ini. Pada 1 November, Myanmar menegaskan pihaknya siap untuk melakukan proses pemulangan. Namun Myanmar khaqatir Bangladesh menunda sebuah kesepakatan untuk mendapatkan uang bantuan internasional terlebih dahulu. Seorang pejabat kementerian rumah tangga senior Bangladesh menggambarkan tuduhan tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal.

 

Karena tersinggung oleh kritik internasional dan tuduhan pembersihan etnis Rohingya, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengatakan Rohingya yang dapat membuktikan bahwa mereka tinggal di Myanmar akan diterima kembali.

 

Pekan lalu sebuah komite Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Myanmar untuk mengakhiri operasi militer yang telah menyebabkan pelanggaran sistematis dan penyalahgunaan hak asasi manusia Rohingya. Langkah tersebut menghidupkan kembali sebuah resolusi PBB tahun lalu.

 

Dalam tiga bulan terakhir terjadi eksodus Rohingya ke Bangladesh setelah militer Myanmar memulai operasi melawan gerilyawan Rohingya yang menyerang 30 pos keamanan dan sebuah pangkalan militer di Rakhine pada 25 Agustus.

 

Militer Myanmar mengeluarkan sebuah laporan pada Senin yang menolak semua tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan oleh pasukan keamanan, beberapa hari setelah mengganti jenderal yang bertanggung jawab atas operasi militer tersebut.

 

Pejabat tinggi PBB telah mengutuk kekerasan tersebut sebagai contoh klasik pembersihan etnis. Pemerintah Myanmar membantah tuduhan tersebut.

 

Rohingya telah ditolak kewarganegaraannya di Myanmar, di mana banyak umat Buddha melihat mereka sebagai imigran gelap dari Bangladesh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement