Jumat 01 Dec 2017 21:42 WIB

Wajah Paus Muram Saat Mendengar Kisah Pengungsi Rohingya

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Paus Francis saat tiba di bandara di Yangon, Myanmar, Senin (27/11).
Foto: L'Osservatore Romano/Pool Photo via AP
Paus Francis saat tiba di bandara di Yangon, Myanmar, Senin (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Paus Fransiskus berjumpa dengan perwakilan pengungsi muslim Rohingya. Pertemuan tersebut dilakukan saat pemimpin negara kota Vatikan itu mengunjungi ibu kota Bangladesh, Dhaka dan menerima perwakilan pengungsi yang berangkat dari Cox Bazar.

Pemipin gereja Katolik ke-266 itu menyempatkan diri untuk mendengarkan keluh kesah muslim rohingya sambil menggenggam tangan mereka. Paus tampak muram saat perwakilan pengungsi termasuk 12 pria dan empat wanita dan dua gadis muda menceritakan kepadanya kisah mereka melalui penerjemah pada akhir pertemuan.

Paus Fransiskus secara khusus meminta maaf terhadap muslim Rohingya atas rasa sakit yang sudah mereka alami saat konflik dimulai hingga saat ini. Dia juga kembali meminta maaf atas ketidakpedulian dunia terhadap penderitaan yang dialami minoritas Rohingya.

"Saya meminta maaf atas nama semua orang yang telah menganiaya hingga menyakiti Anda. Saya meminta dibukakan pintu hati selebar-lebarnya untuk memberi kami pengampunan yang kami mohon," kata Paus Franciscus seperti dikutip Reuters, Jumat (1/12).

Dalam kesempatan itu, Paus Fransiskus menyempatkan diri untuk menyambut dan memberkati pengunsi Rohingya. Untuk pertama kalinya Paus juga menggunakan sebutan Rohingya bagi para pengungsi. Hal ini tidak dilakukan sebelumnya saat berkungjung ke Myanmar beberapa hari kemarin.

Saat itu dalam pidatonya, Paus menuntut penghormatan terhadap setiap kelompok etnis. Namun, dia tidak merujuk secara khusus kepada komunitas Muslim Rohingya. Meski demikian, apa yang ia sampaikan adalah bentuk pembelaan yang kuat terhadap hak-hak etnik.

"Masa depan Myanmar harus damai, damai berdasarkan penghormatan terhadap martabat dan hak setiap anggota masyarakat, menghormati setiap kelompok etnis dan identitasnya, menghormati peraturan undang-undang, dan menghormati tatanan demokrasi. yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok - tidak ada yang dikecualikan - untuk menawarkan kontribusi yang sah untuk kebaikan bersama," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement