Rabu 06 Dec 2017 10:28 WIB

Kepala Kebijakan UE Beri Sinyal tak Sepakat dengan Trump

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Federica Mogherini
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Federica Mogherini

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Frederica Mogherini menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Selasa (5/12). Pertemuan tersebut secara khusus membahas polemik terkait rencana Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dalam sesi konferensi pers bersama usai pertemuan, Mogherini mengatakan, UE mendukung dimulainya kembali proses perdamaian atau solusi dua negara antara Palestina dan Israel. Kendati tidak secara langsung menyinggung, Mogherini mengutarakan ketidaksepakatannya terhadap rencana Trump yang ingin mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel.

"Kami percaya tindakan apapun yang melemahkan upaya ini (perdamaian antara Palestina dan Israel) harus dihindari," kata Mogherini, dilaporkan laman Anadolu Agency.

Menurutnya, tak ada cara lain untuk menuntaskan masalah Yerusalem yang dipersengketakan Israel dan Palestina kecuali melalui perundingan. "Sebuah cara harus didapatkan, melalui negosiasi, untuk menyelesaikan status Yerusalem sebagai ibu kota masa depan kedua negara. Sehingga aspirasi kedua belah pihak terpenuhi," ujar Mogherini.

Ia mengungkapkan akan mencoba mendiskusikan masalah ini dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan depan. Mogherini pun akan menemui Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada awal tahun depan. Setelah bertemu keduanya, ia berharap UE dapat berkontribusi dalam memberi solusi guna menyelesaikan sengketa Yerusalem.

Menurut penasihat sekaligus menantu Donald Trump, Jared Kushner, saat ini Trump belum memutuskan apakah akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ia mengatakan Trump masih mempelajari banyak fakta dan akan mengumumkan keputusannya ke publik bila proses tersebut telah usai.

Rencana AS mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel tak terlepas dari janji Presiden Donald Trump pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Kala itu Trump berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Rencana AS ini tak ayal mendapat kecaman dan protes dari berbagai negara, khususnya negara-negara Arab. Menurut mereka, rencana AS tersebut berpotensi merusak perdamaian antara Israel dan Palestina serta menimbulkan konflik baru di wilayah tersebut. Hal ini karena Palestina yang tengah berjuang untuk menjadi negara merdeka seutuhnya, menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka di masa mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement