Selasa 12 Dec 2017 01:54 WIB

Perkosaan Perempuan Rohingya Dilakukan Cepat dan Sistematis

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Elba Damhuri
Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan,  Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.
Foto: AP Photo
Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan, Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Kantor berita Associated Press (AP) menemukan fakta bahwa angkatan bersenjata Myanmar secara sistematis menggunakan pemerkosaan sebagai alat teror yang disengaja yang bertujuan membasmi orang-orang Rohingya. Penemuan ini berdasarkan wawancara langsung terhadap korbandi beberapa kamp pengungsian di Bangladesh, yang diwawancarai secara terpisahdan ekstensif.

AP mewawancarai 29 wanita dan anak perempuan etnis Rohingya yang melarikan diri ke negara tetangga tersebut yang telah menjadi korban pemerkosaan oleh tentara militer Myanmar. Mereka berusia sekitar 13 sampai 35 tahun, yang berasal dari sejumlah besar desa di negara bagian Rakhine di Myanmar. Mereka diperkosa dalam penyerangan antara Oktober 2016 dan pertengahan September.

Ada kesamaan dalam cerita mereka, dengan pola cerita mereka yang berbeda, namun menjelaskan seragam pemerkosa dan cerita rinci perkosaan yang sama. Kesaksian para korban tersebut memperkuat tuduhan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bahwa angkatan bersenjata Myanmar secara sistematis menggunakan cara keji tersebut untuk mengusir etnis Rohingya.

Para wanita  tersebut setuju kisah mereka untuk dipublikasikan ke publik, namun mereka meminta   untuk menuliskan nama mereka dengan inisial huruf pertama dari nama mereka. Dengan alasan bahwa mereka takut jika mereka atau keluarga mereka akandibunuh oleh militer Myanmar.

Setiap wanitayang diwawancarai menceritakan serangan yang melibatkan sekelompok pria, yang seringkali melakukan lebih dari satu bentuk kekerasan. Setiap wanita, kecuali satu orang, mengatakan penyerang mengenakan seragam bergaya militer, yang umumnya berwarna hijau gelap atau kamuflase.

Satu wanita  mengatakan penyerangnya saat itu mengenakan pakaian polos dan menjelaskan bahwa tetangganya mengenali mereka, mereka berasal dari pos terdepan militer setempat. Sementara banyak wanita lainnya mengungkapkan seragam yang digunakan oleh penyerang mereka itu memiliki berbagai emblem yang menampilkan bintang,atau dalam beberapa kasus bergambar anak panah. Emblem semacam itu mewakili berbagai unit tentara Myanmar.

Angkatanbersenjata Myanmar tidak segera menanggapi permintaan dari AP untuk mengomentari hasil wawancara tersebut. namun sebuah hasil penyelidikan internal militer pada bulan lalu menyimpulkan bahwa tidak ada serangan yang pernah terjadi. Ketika Menteri untuk urusan perbatasan Rakhine Phone Tint ditanya tentang tuduhan perkosaan dalam sebuah perjalanan yang diselenggarakan pemerintah ke Rakhine pada September, ia membantahnya.

Sementara itu para dokter dan relawan mengatakan bahwa mereka terkejut pada banyaknya kasus pemerkosaan yang menimpa etnis Rohingya. Mereka meyakini hanya sebagian kecilwanita yang datang untuk mengakuinya. Relawan dari Doctors Without Borders (MSF) telah merawat 113 korban kekerasan seksual sejak Agustus. Sepertiga dari angka tersebut adalah perempuan berusiadi bawah 18 tahun. Sedangkan korban anak termuda berusia sembilan tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement