Rabu 13 Dec 2017 15:47 WIB

22 Negara Kirim Presiden, Negara-Negara Teluk Cuma Menteri

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditemani Ibu Negara dan sejumlah Menteri Kabinet Kerja tiba di Istanbul,Turki. Jokowi akan ikut serta dalam KTT luar biasa OKI, Rabu (13/12l) waktu setempat.
Foto: dok. Rusman - Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditemani Ibu Negara dan sejumlah Menteri Kabinet Kerja tiba di Istanbul,Turki. Jokowi akan ikut serta dalam KTT luar biasa OKI, Rabu (13/12l) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara-negara teluk bersikap ambigu soal Palestina. Saat Presiden negara-negara lain menghadiri langsung Pertemuan Puncak Luar Biasa (Extraordinary Islamic Summit) OKI akan di Istanbul Turki, yang membahas masalah Palestina, negara-negara Teluk hanya mengirim menterinya.

Anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Amanat Nasional, Dradjad Hari Wibowo melihat adanya sikap ambigu negara-negara Teluk, dalam menyikapi pengakuan unilateral Presiden AS Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Mereka hanya mengecam, tapi tidak berani menentang Trump," kata Dradjad, Rabu (13/12)

Karena itu, menurut Dradjad, negara-negara Teluk hanya mengirim Menteri ke pertemuan puncak ini. Arab Saudi hanya diwakili Menteri Urusan Islam, Salih bin Abdulazis al-Shaikh. Uni Emirat Arab juga hanya mengirim Menteri.

Padahal ada 22 Kepala Negara/Pemerintahan yang akan hadir. Termasuk di antaranya Presiden Joko Widodo, Raja Abdullah II dari Yordania, Presiden Hassan Rouhani dari Iran, Presiden Azerbaijan, PM Pakistan, PM Bangladesh dan Presiden Palestina.

Karena negara Teluk hanya mengirim Menteri, menurut mantan memimpin DISK (Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan) BIN ini,  artinya mereka tidak ingin Kepala Negara-nya terlibat dalam pernyataan yang terlalu keras kepada AS dan Trump. "Tapi saya belum mempunyai dasar untuk meyakini, apakah mereka akan menolak atau memboikot pernyataan keras tersebut, atau justru membiarkan," ungkapnya.

Sikap Turki di atas tidak lepas dari situasi geopolitik-ekonomi yang berkembang di Timur Tengah, serta dinamika global antara empat kekuatan besar dunia yaitu AS, Uni Eropa (masih termasuk Inggris), Cina dan Rusia.

Di Timur Tengah -- terutama terlihat di Suriah -- kepemimpinan AS semakin terpinggirkan. Rusia, Iran dan Turki berperan makin dominan di Suriah. Karena itu, Turki sekarang makin berani mengambil kepemimpinan dalam dunia Islam.

Dengan peta di atas, Indonesia bisa dinilai ambigu jika hanya mengambil sikap minimalis. "Jika itu pilihannya, tentu tidak perlu Presiden sendiri yang hadir. Cukup mengirim Menlu seperti negara-negara Teluk Itu sebabnya, Indonesia jangan mengambil sikap minimalis. Perlu berkoordinasi erat dengan Turki, Yordania, dan Iran. Perlu bersiap mengambil sikap yang lebih maju soal Palestina," papar Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement