Selasa 19 Dec 2017 14:24 WIB

Militer Myanmar Selidiki Kuburan Massal di Rakhine

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan,  Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.
Foto: AP Photo
Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan, Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Militer Myanmar mengaku telah menemukan sebuah kuburan massal di tepi Desa Inn Din, di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, Senin (18/12). Saat ini penyelidikan sedang dilakukan terhadap kuburan massal tersebut.

Dalam sebuah pernyataan yang diposting di halaman Facebook pribadi komandan panglima militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, tentara mengatakan sejumlah mayat ditemukan di kuburan massal yang terletak sekitar 50 Km di utara Sittwe itu. Namun pernyataan itu tidak mengatakan berapa banyak mayat yang ditemukan.

"Sebuah penyelidikan pendahuluan sedang dilakukan oleh pasukan keamanan setelah adanya sebuah laporan, oleh seseorang yang meminta tidak disebutkan namanya, tentang orang-orang yang dibunuh dan dikuburkan," kata pernyataan tersebut.

"Hasil penyelidikan menunjukkan, mayat tak dikenal ditemukan di sebuah pemakaman di Desa Inn Din dan penyelidikan terperinci sedang dilakukan untuk mencari kebenaran," tambahnya.

Saat dihubungi Reuters, juru bicara militer Myanmar Kolonel Myat Min Oo menolak memberikan rincian lebih lanjut. Desa Inn Din berada di Kota Maungdaw, salah satu daerah yang paling parah terkena dampak kekerasan terhadap Rohingya.

Pasukan bersenjata Myanmar meluncurkan operasi militer di Rakhine utara, tempat banyak minoritas Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan tinggal. Sebelumnya, militan Rohingya menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer pada 25 Agustus.

Kelompok HAM menuduh pasukan Myanmar telah melakukan kekejaman, termasuk pembunuhan, pemerkosaan massal, dan pembakaran rumah selama operasi tersebut. AS secara resmi mengatakan aksi itu adalah aksi pembersihan etnis.

Militer Myanmar mengatakan penyelidikan internalnya telah membebaskan pasukan keamanan dari semua tuduhan kekejaman. Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menghadapi kritik internasional yang sengit karena gagal berbuat lebih banyak untuk melindungi etnis Rohingya.

Pemerintahan sipil Suu Kyi, yang tidak memiliki kendali atas militer, mengatakan tentara telah melakukan operasi kontra-pemberontakan yang sah. Ia berjanji akan menyelidiki tuduhan pelanggaran di Rakhine jika diberi bukti.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement