Rabu 27 Dec 2017 08:25 WIB

AS Sanksi Tokoh Kunci Nuklir Korut

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Lokasi Nuklir Korut
Lokasi Nuklir Korut

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mengumumkan sanksi kepada dua pejabat Korea Utara yang terlibat dalam program rudal balistik Pyongyang.  Sanksi ini merupakan langkah terbaru AS untuk memaksa Korea Utara meninggalkan program senjata yang bertujuan mengembangkan rudal bertingkat nuklir.

Departemen Keuangan AS mengatakan, pejabat Korea Utara yang memperoleh sanksi yaitu Kim Jong-sik dan Ri Pyong-chol. Kim dilaporkan merupakan tokoh kunci dalam upaya Korea Utara untuk mengalihkan program rudalnya dari bahan cair ke bahan bakar padat. Sementara Ri dilaporkan menjadi pejabat kunci dalam pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM).

"Kami menargetkan para pemimpin program rudal balistik Korea Utara, sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum untuk mengisolasi Korea Utara dan mencapai Semenanjung Korea yang sepenuhnya denuklirisasi," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.

Sanksi ini akan menghalangi setiap properti atau kepentingan yang dimiliki kedua orang tersebut di dalam yurisdiksi AS. Mereka juga tidak dapat melakukan transaksi dengan warga AS.

Langkah AS ini menyusul sanksi baru Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diumumkan pada Jumat lalu sebagai tanggapan atas uji coba ICBM Korea Utara pada 29 November. Sanksi tersebut berusaha untuk lebih membatasi akses Korea Utara terhadap produk minyak bumi dan minyak mentah dan pendapatannya dari pekerja di luar negeri.

Korea Utara mengumumkan langkah-langkah PBB sebagai tindakan perang. Sanksi PBB sama saja dengan melakukan blokade ekonomi secara keseluruhan terhadap Korea Utara.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Korea Utara telah menimbulkan kekhawatiran akan adanya konflik baru di Semenanjung Korea.

Secara teknis kondisi di Semenanjung Korea masih dalam keadaan perang sejak Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai.

Menanggapi sanksi terbaru AS untuk Korea Utara, Rusia yang telah lama meminta kedua belah pihak untuk mengadakan perundingan, mengatakan, pihaknya siap untuk bertindak sebagai mediator jika Amerika Serikat dan Korea Utara bersedia untuk berunding.

"Kesiapan Rusia untuk menghapus jalan bagi de-eskalasi sudah jelas," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

Kesiapan Rusia ini dikomentari oleh Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Justin Higgins. Ia mengatakan Amerika Serikat memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan Korea Utara melalui berbagai saluran diplomatik. "Kami ingin rezim Korea Utara memahami bahwa ada jalan lain yang dapat dipilih, namun terserah kepada Korea Utara untuk mengubah arah dan kembali ke perundingan yang kredibel," katanya.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, melakukan penawaran serupa pada Senin, kepada Menlu AS Rex Tillerson melalui sebuah komunikasi telpon. Ia mengatakan retorika agresif Washington dan memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut semakin meningkatkan ketegangan.

Untuk itu perlunya langkah tercepat menuju proses negosiasi daripada sanksi.

Juru bicara Departemen Luar Negeri lainnya, Michael Cavey, mengatakan Washington tetap terbuka untuk melakukan pembicaraan. Namun hal ini sangat bergantung pada sikap Korea Utara dalam menahan diri dari provokasi lebih lanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement