Jumat 05 Jan 2018 19:00 WIB

AS: Pakistan dalam Daftar Pengawasan Kebebasan Beragama

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Pakistan
Pakistan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- AS telah menempatkan Pakistan dalam daftar pengawasan untuk pelanggaran berat kebebasan beragama. Keputusan AS ini terjadi di tengah meningkatnya perang kata-kata antara kedua negara.

Dilansir Aljazirah, Jumat (5/1), dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis, Kementerian Luar Negeri AS menambahkan Pakistan ke daftar khusus. Sementara itu, AS juga menunjuk kembali sekelompok negara lain sebagai "perhatian khusus" pada isu kebebasan beragama.

"Terlalu banyak tempat di seluruh dunia, orang terus dianiaya, dituntut secara tidak adil, atau dipenjarakan karena menjalankan hak mereka atas kebebasan beragama atau berkeyakinan," kata Juru Bicara Kemenlu AS, Heather Nauert.

Dia mengatakan, saat ini, sejumlah pemerintah melanggar kemampuan individu untuk mengadopsi, mengubah, atau meninggalkan agama atau kepercayaan mereka.

Berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Beragama Internasional 1998, AS setiap tahun menunjuk negara-negara yang memiliki perhatian khusus, dan pernyataan Kamis lalu kembali menetapkan Burma, Cina, Eritrea, Iran, Korea Utara, Sudan, Arab Saudi, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan.

"Menlu juga menempatkan Pakistan dalam daftar pengawasan khusus untuk pelanggaran berat kebebasan beragama," kata Nauert.

Dalam sebuah laporan 2017, Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS mencatat bahwa pemerintah Pakistan terus melakukan dan mentolerir pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, berkelanjutan, dan mengerikan.

Laporan tersebut merujuk pada ketentuan seperti undang-undang penghujatan di negara tersebut, di mana puluhan orang telah dijatuhi hukuman mati atau dipenjara seumur hidup. Selain itu juga terdapat kekerasan sektarian terhadap kelompok minoritas agama, termasuk orang-orang Kristen, Hindu, Ahmadiyah dan Syiah.

Awal pekan ini, Pakistan menyerang balik AS setelah Presiden Donald Trump menuduh negara tersebut menyediakan tempat yang aman bagi teroris.

Sebagai tanggapan, Perdana Menteri Pakistan, Shahid Khaqan Abbasi mengadakan pertemuan dengan Komite Keamanan Nasional. Pakistan lalu mengeluarkan sebuah pernyataan yang mencela ucapan Trump karena bertentangan dengan fakta-fakta yang nyata dan tidak memiliki kepercayaan yang besar antara dua negara yang dibangun di atas generasi, dan mengabaikan puluhan tahun pengorbanan yang dilakukan oleh bangsa Pakistan.

Akhir bulan lalu, militer Pakistan memperingatkan AS agar tidak mengambil tindakan sepihak terhadap kelompok bersenjata di negaranya, setelah Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mendesak Pakistan untuk berbuat lebih banyak dalam mengalahkan organisasi teroris.

AS mengatakan, pihaknya menangguhkan bantuan untuk militer Pakistan sebanyak 255 juta dolar AS sampai negara tersebut meningkatkan upaya untuk menindak kelompok internal teroris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement