Selasa 09 Jan 2018 14:40 WIB

Kisah Perempuan Prancis Perekrut ISIS

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Esthi Maharani
Foto dan video yang diduga gerakan ISIS
Foto: VOA
ISIS

Ibu Konig bercerita bahwa putrinya itu mulai berubah saat remaja. Ia mulai merasakan ketidakadilan dan benci pada ayahnya. Mantan polisi ini meninggalkan keluarga saat Konig berusia dua tahun.

De Feo yakin, perubahan dari anak manis jadi ekstrimis juga karena kekalutan dan kemarahannya pada masyarakat Prancis. Ia rasa masyarakat bertanggung jawab atau semua yang terjadi padanya.

"Ia ingin balas dendam dan ia pergi ke Suriah untuk mencarinya," kata De Feo. Sang ibu sepakat, putrinya itu selalu gundah dan mencari pelampiasan. Saat melihat video putrinya mengenakan hijab dan memegang senjata laras panjang di Suriah, ia tahu itu yang dicari Konig.

Tidak seperti perempuan ISIS lain dengan latar belakang keluarga miskin, Konig tumbuh sejahtera. Ia tidak tinggal di rumah kecil pinggiran kota. "Ia adalah seorang nona kecil," kata De Feo.

Konig mengaku pindah agama jadi Islam pada usia 17 tahun, dua tahun setelah dikeluarkan dari sekolah. Ia merasa lebih nyaman dengan sesama Muslim. Namun, ia menghadapi kehidupan yang sulit dengan suami pertamanya, seorang pria Algeria.

Ia mengalami mimpi buruk karena ternyata sang suami adalah pengedar narkoba dan sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Hidung Konig pernah patah karena dipukulnya. Sang suami pun di penjara.

Konig kabur ke Paris dari Brittany pada 2011 setelah suaminya bebas. Saat itu ia mulai mengenakan cadar agar tidak ada yang mengenalinya. De Feo mengatakan Konig mendapatkan dirinya yang baru dengan niqab dan hijab.

"Islam memberinya jalan untuk memulai kehidupan baru lagi, dari nol," kata De Feo. Pakar sosiologi ini mengatakan Konig menyesal pada kehidupannya dulu, yang juga pernah jadi seorang pelayan di klub malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement