Rabu 10 Jan 2018 19:16 WIB

Turki Panggil Dubes Rusia dan Iran Atas Kekerasan di Idlib

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
 Pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA) saat latihan militer di kawasan Idlib, Suriah.
Foto: AP/Khalil Hamra
Pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA) saat latihan militer di kawasan Idlib, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID,   ANKARA--- Kementerian luar negeri Turki memanggil duta besar Rusia dan Iran terkait eskalasi kekerasan pemerintah Suriah terhadap kekerasan di kota Idlib.

Seperti dilansir Aljazirah, Rabu (10/1), Duta Besar Rusia untuk Ankara, Alexei Yerkhov dan Duta Besar Iran Mohammad Ebrahim Taherian Fard dipanggil karena ketidaknyamanan Turki terkait serangan di Idlib.

Menurut salah seorang pejabat Turki, Ankara sebelumnya telah menyuarakan ketidakpuasannya kepada pejabat Rusia dan Iran melalui jalur militer dan diplomatik mengenai pelanggaran rezim pemerintah terhadap zona deeskalasi.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Rabu meminta Pemerintah Iran dan Rusia untuk memenuhi tanggung jawab mereka sebagai penjamin negara di Suriah. "Iran dan Rusia harus memenuhi tanggung jawabnya di Suriah," kata Cavusoglu.

Dia mengatakan pasukan Pemerintah Suriah menargetkan kelompok oposisi moderat dengan dalih memerangi kelompok teroris al-Nusra. "Jika Anda penjamin maka Anda harus menghentikan rezim Ini bukan hanya serangan udara. Rezim bergerak di Idlib dengan tujuan berbeda," tambahnya.

Cavusoglu memperingatkan tindakan semacam itu akan merusak proses perdamaian di Suriah.

Idlib terletak di salah satu zona de-eskalasi yang didirikan di Suriah pada September lalu dalam upaya untuk mengurangi konflik.

Baca juga,  AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.

Namun, saat pertempuran berlanjut, puluhan ribu warga sipil melarikan diri dari daerah tersebut. Idlib merupakan rumah bagi sekitar dua juta orang.

Pemerintah meyakini Idlib merupakan tempat persembunyian pemberontak terbesar yang tersisa di Suriah. Rumah sakit, pasar dan toko roti di seluruh provinsi Idlib telah terkena serangan udara pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement