Jumat 19 Jan 2018 08:59 WIB

Terungkap, Skandal Pelecehan Seksual di PBB

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Markas PBB di New York (ilustrasi)
Foto: UN.ORG
Markas PBB di New York (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JENEWA -- Kasus pelecehan dan penyerangan seksual dilaporkan telah terjadi di kantor-kantor PBB di seluruh dunia. Para pelaku diduga masih dibiarkan berkeliaran tanpa hukuman.

Puluhan staf dan mantan staf PBB menjelaskan bagaimana selama ini mereka hanya bisa diam. Sementara keluhan-keluhan yang disampaikan oleh korban hanya ditumpuk tanpa diusut tuntas.

Dari beberapa karyawan yang diwawancarai The Guardian, 15 di antaranya mengaku pernah mengalami atau melaporkan pelecehan dan penyerangan seksual dalam lima tahun terakhir. Pelanggaran yang dituduhkan itu termasuk pelecehan verbal hingga pemerkosaan.

Hanya tujuh perempuan yang secara resmi melaporkan pelecehan yang mereka alami. Namun korban lainnya enggan melapor karena diduga takut kehilangan pekerjaan, karena mereka pikir kasus itu tidak akan pernah diusut.

"Jika Anda melaporkannya, karir Anda akan selesai, terutama jika Anda seorang konsultan," kata seorang konsultan, yang mengaku pernah dilecehkan oleh atasannya saat bekerja untuk badan PBB untuk Program Pangan Dunia, yang berbicara secara anonim.

PBB mengakui, kurangnya pelaporan telah menimbulkan kekhawatiran kasus ini akan semakin marak. Namun Sekretaris Jenderal PBB Antnio Guterres, pernah mengatakan ia memprioritaskan penanganan pelecehan seksual dan menerapkan kebijakan nol toleransi.

Sejumlah staf PBB yang bekerja di lebih dari 10 negara berbicara kepada The Guardian secara anonim. Mereka dilarang berbicara secara terbuka oleh peraturan PBB yang mengatur staf.

Tiga mantan staf yang semuanya berasal dari kantor yang berbeda, mengatakan setelah melaporkan mengenai kejahatan seksual yang diterima, mereka dipaksa keluar dari pekerjaan atau diancam dengan penghentian kontrak. Pelaku pelecehan diduga pejabat senior PBB yang saat ini masih berada di jabatan mereka. "Tidak ada pilihan lain untuk mendapatkan keadilan, dan saya juga kehilangan pekerjaan saya," ujar salah seorang mantan staf itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement