Jumat 16 Feb 2018 06:55 WIB

Tiga Negara Terburuk untuk Ditinggali Anak-Anak

Lebih dari 350 juta anak-anak tinggal di daerah perang.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak-anak di Jalur Gaza, Palestina, menyalakan lilin.
Foto: AP Photo
Anak-anak di Jalur Gaza, Palestina, menyalakan lilin.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 350 juta anak-anak tinggal di daerah perang dan terancam kematian akibat kekerasan. Badan internsional nirlaba Save The Children pada Kamis (15/2) mengatakan bahwa Suriah, Afghanistan dan Somalia menjadi negara terburuk bagi anak-anak.

Dalam laporannya, Save The Children mengatakan bahwa sedikit-dikitnya 357 anak-anak, atau sekitar satu di antara enam di seluruh dunia tinggal di daerah perang. Angka itu naik 75 persen sejak awal 1990-an.

Ketinggian tingkat urbanisasi, sengketa berkepanjangan dan kenaikan jumlah sekolah serta rumah sakit menjadi sasaran serangan, memberi iuran besar pada peningkatan ancaman bagi kehidupan anak-anak. Ancaman lain adalah penculikan dan kekerasan seksual.

"Kami menyaksikan angka kenaikan mengejutkan dalam jumlah anak yang tumbuh di area yang terdampak konflik. Mereka mengalami kekerasan yang sangat besar," kata Helle Thorning-Schmidt, direktur pelaksana Save The Children, dalam pernyataan tertulis,

Sementara itu, perhitungan PBB menunjukkan lebih dari 73 ribu anak telah tewas atau menderita cacat permanen akibat 25 konflik sejak tahun 2005, kata laporan itu. Sejak 2019, angka kasus kematian yang telah terverifikasi ileh PBB naik hampir 300 persen.

"Anak-anak mengalami penderitaan yang seharusnya tidak boleh mereka alami. Rumah, sekolah, dan tempat mereka bermain telah menjadi medan peperangan," kata Thorning-Schmidt.

Sejumlah badan bantuan internasional mengatakan bahwa angka sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi mengingat sulitnya verifikasi di daerah perang. Save The Children mengatakan bahwa semakin memburuknya situasi bagi anak di zona konflik disebabkan oleh meningkatnya pertempuran di kota-kota. Para petempur kini juga sering menggunakan bom di area padat penduduk.

"Anak-anak menjadi sasaran taktik brutal. Mereka dipaksa menjadi pelaku bom bunuh diri," kata Save The Children.

Timur Tengah menjadi kawasan terburuk bagi anak-anak dengan angka dua per lima yang tinggal di kawasan konflik, diikuti oleh Afrika (tempat 20 persen anak-anak tumbuh di daerah perang).

"Anak-anak di kawasan perang di seluruh dunia menjadi sasaran serangan dengan tingkat mengerikan. Pelaku perang dengan sengaja tidak mengindahkan hukum internasional," kata Manuel Fontaine, kepala divisi penanganan keadaan darurat badan anak-anak PBB, UNICEF.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement