Sabtu 24 Feb 2018 19:57 WIB

Turnbull Tolak Nasihati Trump Soal Kontrol Senjata Api

Turnbull mengatakan tidak akan menawarkan saran apapun mengenai kontrol senjata api

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Siswa dievakuasi oleh polisi dari Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, pada hari Rabu (14/2), setelah seorang penembak melepaskan tembakan ke kampus.
Foto: Mike Stocker / South Florida Sun-Sentinel via AP
Siswa dievakuasi oleh polisi dari Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, pada hari Rabu (14/2), setelah seorang penembak melepaskan tembakan ke kampus.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menolak untuk memberi saran atau nasihat kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait mekanisme kontrol senjata api. Hal ini berkaitan dengan penembakan massal belum lama ini di Florida, AS, yang menewaskan 17 orang.

Pada Jumat (23/2), Turnbull melakukan pertemuan dengan Trump di Gedung Putih. Dalam sebuah sesi konferensi pers setelah pertemuan tersebut, Turnbull mengatakan tidak akan menawarkan saran apapun mengenai kontrol senjata api di AS kepada Trump.

"Ini adalah konteks yang sama sekali berbeda secara historis, legal, dan sebagainya. Kami tentu saja tidak menduga untuk memberikan saran kebijakan atau politik menganai hal tersebut (kontrol senjata api) di sini," kata Turnbull.

Australia diketahui memiliki beberapa undang-undang (UU) kontrol senjata api terketat di dunia. UU tersebut mulai diratifikasi setelah terjadinya pembunuhan massal di negara bagian Tasmania pada tahun 1996. Kala itu, seorang pria menembak 35 orang hingga tewas. Sejak UU itu diberlakukan, belum ada lagi insiden penembakan massal yang terjadi di Negeri Kanguru.

Australia telah melarang semua senapan dan senjata semi-otomatis serta senapan pompa atau shotguns. Australia juga memiliki sistem pembatasan kontrol perizinan dan kepemilikan yang ketat. Dengan peraturan demikian, tidak sembarangan warga Australia yang dapat membeli atau memiliki senjata api.

Sedangkan di AS, isu pengendalian senjata api kembali mencuat setelah insiden penembakan di Florida terjadi pada 14 Februari lalu. Seorang remaja bernama Nikolas Cruz (19 tahun) menembak siswa-siswa di Majority Stoneman Douglas High School dengan senapan AR-15 semi-otomatis. Penembakan brutal itu menyebabkan 17 orang tewas.

Insiden penembakan massal di AS kerap terjadi setiap tahunnya. Hal ini membuat pemerintah dan kongres AS didesak untuk mulai menggodok dan menerapkan peraturan pengontrolan senjata api di negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement