Rabu 08 Jul 2015 00:10 WIB

Anak-Anak Palestina Kerap Bermimpi Buruk karena Alami Perang

Seorang anak Palestina meraung kesakitan dalam tindakan medis akibat pemboman Israel
Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Seorang anak Palestina meraung kesakitan dalam tindakan medis akibat pemboman Israel

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sudah satu tahun lebih, perang merenggut sesuatu yang sangat berharga dari anak-anak di Gaza, Rafah dan sekitarnya. Save The Children mencatat, 551 anak terbunuh, 3.436 anak terluka parah dan 10 persen diantaranya mengalami cacat permanen saat itu.

Dalam laporan yang diluncurkan pada Senin (6/7) oleh organisasi independen tersebut, tercatat tiga perempat dari semua anak Gaza mengalami gangguan tidur. Orang tua melaporkan anak mereka menderita rasa takut yang terus menerus.

Laporan berjudul A Living Nightmare: Gaza One Year On itu mengatakan 70 persen anak-anak mengkhawatirkan akan ada perang lain. Tujuh dari 10 anak yang diwawancara mengatakan mereka sering mengalami mimpi buruk.

Anak yang beranjak dewasa bahkan mengalami keputusasaan. Gaza tidak layak untuk dijadikan harapan meneruskan masa depan. Kontruksi tidak juga terbangun, kehidupan seperti tidak akan berkembang ke arah lebih baik.

Para orang tua yang kehilangan anaknya pun tidak bisa menghilangkan memori pahit ketika perang merenggut nyawa buah hati mereka. Seperti anak mereka baru saja berpulang kemarin sore.

Sekolah-sekolah tidak lain adalah bangunan yang hancur. Kepala sekolah menengah anak laki-laki Doha, Rafah, Salim Abu Rous mengaku masih terus mengenang anak-anak didiknya yang tewas ketika perang. Sekitar enam anak tewas saat itu.

"Saya ingat salah satunya Haitham Abdul Wahab, ia anak yang baik dan dicintai teman-temannya," kata Rous, dikutip Guardian.

Sekolah Doha masih beroperasi hingga saat ini. 1.000 anak mengenyam pendidikan setiap harinya dan dibagi dalam dua gelombang per hari. Rous mengatakan orang tua banyak yang ingin memindahkan mereka ke sekolah lain yang lebih besar.

"Itu bisa dimengerti, banyak kematian akibat perang yang lalu," katanya.

Anas Muamar (16 tahun) juga merupakan salah satu anak yang tewas pada 20 Juli tahun lalu. Ayahnya, Mahmoud Hussein Mahmoud Muamar mengatakan ia tewas ketika berlindung di tempat yang mereka kira aman.

"Saat itu jam dua dini hari, ada ledakan besar. Anas yang tadinya tidur langsung terbangun," kata Muamar.

Anas kemudian pergi ke balkon untuk mengetahui apa yang terjadi. Namun saat ia masuk kembali, ledakan lain menghantam tempat mereka. Dua kakak laki-lakinya langsung tewas. Sementara Anas meninggal saat di rumah sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement