Ahad 26 Feb 2017 12:01 WIB

Kisah Pengungsi Suriah di Jalur Gaza yang Dirikan Restoran

Muslimah Palestina berfoto di Masjid Dome of the Rock, Yerusalem (Ilustrasi)
Foto: AP
Muslimah Palestina berfoto di Masjid Dome of the Rock, Yerusalem (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Setelah restoran keluarganya musnah terkena bom akibat perang saudara di Aleppo Suriah, adalah Anas (29 tahun)  memutuskan lari dari kota tersebut, dan akhirnya berhasil memasuki kota Jalur Gaza. Dengan melewati salah satu terowongan bawah tanah di perbatasan Mesir-Palestina pada tahun 2013, Anas akhirnya tiba di Jalur Gaza untuk memulai lembaran hidup baru. Tidak jelas mengapa Anas lebih memilih mencari aman di Jalur Gaza.

Padahal publik dunia tahu, bahwa kawasan sempit yang masih berada dalam blokade Israel itu, rakyatnya  hidup dalam serba kesulitan. Namun, Anas merasa bukanlah orang asing di Jalur Gaza setelah melihat keramahan para penduduknya.

“Saya tahu situasi di Jalur Gaza juga berbahaya dan sangat sulit. Di sini rata-rata masyarakat  hidup dalam kondisi miskin karena terisolir, akan tetapi saya sama sekali tidak merasa sebagai orang asing di sini,” papar Anas.

Banyak pengungsi Suriah yang tidak lagi memperhitungkan tujuan kemana mereka mengungsi. Yang terpenging adalah, mereka untuk sementara waktu bisa melarikan diri dari perang yang terus menelan korban nyawa yang tidak bersalah. Salah satu ungkapan mereka, “Ini jauh lebih baik, dari pada menjemput kematian di negeri sendiri.”

Dia kemudian mempersunting perempuan Palestina di Jalur Gaza yang akhirnya menjadi salah seorang yang memotivasi dirinya untuk bangkit kembali, dan membuka restoran bernuansa Suriah.

Anas dengan modal seadanya, akhirnya kembali membangun restoran di wilayah Jalur Gaza. Restoran dengan konsep klasik Arab ini menempati ruang berukuran  50 meter persegi. Di pintu masuk restoran, tertulis kalimat, “Selamat datang di kota Aleppo Suria.”

Anas menuturkan bahwa aksesoris klasik Arab yang dipasang di restoran tersebut, adalah sisa yang berhasil ia bawa dari resotaran yang telah hancur di kota Aleppo. Ia berusaha dengan segala keterbatasan untuk mengembalikan kenangan restoran yang  cukup terkenal dan laris di kota tersebut.

Saat ini, sekitar 15 pekerja membantunya di restoran. Mereka rata-rata pemuda Palestina yang menganggur. Data terakhir mencatat, bahwa angka kemiskinan dan pengangguran di wilayah Palestina yang terisolir ini mencapai 40 persen.

Restoran Anas menyajikan berbagai menu khas Suriah, seperti Kebab, Syawerma, dan ayam/daging bakar ala Suriah. Harga makanan di restoran Anas ini terbilang ekonomis bagi penduduk Jalur Gaza.

Setiap hari, restoran Anas cukup ramai dikunjungi warga Jalur Gaza. Demikinlah tabiat warga Jalur Gaza, meski mereka juga hidup dalam kondisi sulit, namun mereka ikhlas berbagi kebahagiaan dengan sesama saudaranya.

Adalah Nadiyah Barakah (20) merasa senang jika berkunjung ke restoran Anas. “Saya merasa seolah-olah saya berada di Suriah jika datang ke tempat ini,” kata Nadiyah.

Dia menambahkan, dirinya datang sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Suriah yang lari dari perang yang sedang berkecamuk. “Kita ingin berempati dengan saudara-saudar kita dari Aleppo Suriah. Mereka menghadapi masalah yang sama. Kami pun juga menghadapi masalah dan derita akibat perang melawan Israel,”

Pengungsi suriah di Jalur Gaza

Hingga saat ini, tercatat sekitar 150 warga Suriah yang melarikan diri ke Jalur Gaza. Rata-rata dari mereka berhasil masuk ke wilayah tersebut melalui terowongan bawah tanah sejak tahun 2011. Mereka lari dari keganasan perang yang tak kunjung usai di Suriah.

Tentu saja rata-rata kondisi kehidupan mereka pun cukup memprihatinkan. Apalagi karena memang wilayah yang dituju pada dasarnya masih hidup dalam penjajahan Israel.

Ketua Perkumpulan Masyarakat Suriah di Jalur Gaza, Qasem Hamido, menceritakan, kondisi rata-rata pengungsi Suriah cukup memprihatinkan. Hamido mengatakan, hanya ada empat orang Suriah yang berhasil membangun kehidupan baru di Jalur Gaza dengan cara membuka usah-usaha kecil seperti restoran.

Nasib mereka masih dalam perdebatan oleh organisasi kemanusiaan di bawah naungan PBB. Pihak Unwra yang khusus menangai masalah kemanusiaan di Jalur Gaza, mengaku tidak dapat memberi bantuan kepada para pengungsi Suriah, dengan alasan mereka seharusnya di bawah kontrol dan perlindungan dari lembaga lain bernama UNHCR atau lembaga  kemanusiaan PBB, yang khusus menangani masalah para pengungsi korban perang.

“Kita tidak bisa melayani mereka sebab mereka seharusnya di bawah perhatian UNCHCR, meski kami cukup prihatin dengan kondisi mereka saat ini," kata juru bicara Unwra di Jalur Gaza, Adnan Abo Hasanah.

sumber : suarapalestina.id/SPNA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement