Kamis 18 May 2017 01:35 WIB

Nestapa Anak Yatim Palestina di Jalur Gaza

Peluncuran program orang tua asuh Palestina
Foto: suarapalestina.id
Peluncuran program orang tua asuh Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Anak yatim adalah komunitas penting dalam masyarakat Palestina. Semakin hari jumlah mereka terus meningkat, khususnya di wilayah Jalur Gaza. Sebuah wilayah yang menerima dampak terburuk dari agresi Israel di 2014 silam. Setidaknya 2.200 jiwa warga Gaza meregang nyawa dalam perang tersebut. Tidak sedikit dari mereka yang wafat meninggalkan banyak anak, yang kemudian tumbuh menjadi yatim, dan harus tetap bertahan hidup di tengah sulitnya kondisi kehidupan di Jalur Gaza, terblokade, terisolasi, dan masih terjajah puluhan tahun.

Untuk bisa bertahan hidup di Jalur Gaza, bukanlah hal yang mudah. Jalur Gaza dengan luas hanya 367 km persegi seluas Ibu Kota Jakarta dengan jumlah penduduk 2 juta jiwa. Prihatinnya, dari jumlah itu, 1,5 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.

Jalur Gaza tidak hanya menjadi wilayah perang. Seperti dilansir laman suarapalestina.id, hari ini, Jalur Gaza pun mendapat blokade yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, mengubahnya menjadi penjara terbesar di dunia. Sulitnya akses keluar-masuk ke wilayah ini, menyulitkan masyarakat Gaza untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Betapa tidak, dari arah pantai mereka dihadang oleh angkatan laut penjajah. Para nelayan pergi berlayar dan kembali tinggal nama bukan hasil tangkapan, mereka kerap ditembak, dibunuh, dan perahu mereka dikaram hanguskan. Sedangkan dari arah timur Jalur Gaza terbentang panjang kawat berduri dari utara hingga selatan Jalur Gaza, dengan tetancap pos-pos penembak jitu militer penjajah. Hampir setiap hari, para petani Jalur Gaza ditembak saat mereka berada di lahan perkebunannya.

Pintu perbatasan Rafah, perlintasan darat antara Jalur Gaza dan Mesir awalnya menjadi tumpuan dan harapan hidup bagi kaum tertindas, kini hanya menjadi mimpi nyata karena akses perlintasan seakan tidak bersahabat antara sesama jiran. Pintu perbatasan Erez terletak di Jalur Gaza Utara berbatasan lansung dengan Israel, hanya menjadi jarring penjajah untuk menangkap, menahan dan menginterogasi khususnya mereka dituduh dan disangka dengan tanpa barang bukti oleh petugas imigrasi penjajah Yahudi.

Bagi anak-anak yatim dan fakir, yang telah kehilangan sosok yang selama ini bertanggung jawab dan peduli terhadap hidup mereka. Mimpi untuk mengenyam pendidikan yang layak, kesehatan yang terpelihara, dan seluruh kebutuhan hidup yang terpenuhi, seolah terkubur seiring terkuburnya jasad orang tua mereka.

Hari demi hari yang mereka lalui harus bertaruh dengan kondisi terjajah, tertindas, pengusiran merajalela, penggusuran rumah menjadi hal biasa dan misteri pembunuhan terhadap rakyat Palestina seolah hal lumrah, dilakukan oleh para penjajah tanah Palestina.

Hingga kini, berdasarkan data dari berbagai organisasi kemanusiaan di Palestina, jumlah anak yatim yang mendiami wilayah Jalur Gaza mencapai lebih dari 25 ribu jiwa. Sebuah angka yang memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak. Terlebih dalam kenyatannya, anak yatim senantiasa memerlukan perhatian yang lebih luas dalam berbagai bidang kehidupan, seperti; pasokan makanan bergizi, pakaian, pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Atas dasar hal di atas, relawan asal Indonesia, Abdillah Onim yang akrab disapa Bang Onim, seorang WNI yang sudah berkecimpung dunia kemanusiaan sejak tahun 2000 silam, kini beliau memutuskan untuk menetap di Jalur Gaza kembali meluncurkan sebuah program kemanusiaan bertajuk “SOSUYIT (Saya Sebagai Orang Tua Asuh Anak Yatim di Palestina).”

sumber : suarapalestina.id/spna
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement