Rabu 26 Jul 2017 07:09 WIB

Din: Indonesia Bisa Prakarsai Sidang Darurat Bahas Al-Aqsha

Rep: Santi Sopia/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga Palestina bentrok dengan polisi Israel usai melaksanakan Shalat Jumat di jalan menuju kompleks Masjid Aqsha yang diblokir polisi Israel di Kota Tua Yerusalem, Jumat (21/7)
Foto: Ronen Zvulun/Reuters
Warga Palestina bentrok dengan polisi Israel usai melaksanakan Shalat Jumat di jalan menuju kompleks Masjid Aqsha yang diblokir polisi Israel di Kota Tua Yerusalem, Jumat (21/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia Palestina (PPIP), Din Syamsuddin meminta negara Islam anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) melakukan sidang darurat terkait bentrok di Masjid Al-Aqsha, Palestina. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyebut, OKI salah satunya didirikan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Dan sekarang (OKI) dituntut untuk ditampilkan.

"Saya kira perlu lebih maju lagi dalam memprakarsai adanya sidang darurat OKI. Kepada masyarakat internasional kita juga dorong ini saatnya kita menunjukkan perdamaian khusus kepada umat Islam sangat tepat sekali saat ini untuk membaca qunutazillah dalam solat kita," kata Din di Jakarta.

Menurut Din, tidak hanya umat Islam tapi masyarakat internasional yang cinta damai yang sangat terusik hati nurani dengan kebiadaban baru dari tentara zionis atas rakyat Palestina terutama menyentuh lambang kesucian agama Islam yaitu masjid Al- Aqsha.

"Pemerintah Indonesia bisa mengambil prakarsa mengajak negara lain untuk sidang darurat OKI," katanya.

Selain mengecam secara keras kebiadaban Israel, Din juga memberikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia terutama lewat Presiden Joko Widodo yang dulu mengeluarkan pernyataan tegas terhadap pernyataan dukungan kepada Palestina.

"Dalam pertemuan darurat OKI di Jakarta, Presiden Jokowi secara tegas juga mengajak memboikot produk-produk yang dihasilkan khususnya produk Israel di bagian yang didudukinya yaitu di tepi Barat, West Bank," katanya.

Din mengatakan tidak ada cara lain lembaga internasional seperti PBB melakukan langkah-langkah berani, terutama menegakkan resolusi PBB selama ini yang belum bisa ditegakkan.

"Dan kita meminta media power, negara-negara besar, negara maju yang berkuasa di dunia seperti Amerika dan sekutu-sekutunya untuk juga tergerak hati akal pikiran nya untuk menegakkan keadilan tidak lagi menerapkan standar ganda yang selama ini ditampilkan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement