Jumat 11 Aug 2017 03:43 WIB

Melihat Rencana Israel Untuk Memindahkan Penduduk Palestina

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Asap mengepul di atas pemukiman warga Palestina di Gaza, Selasa (15/7)
Foto: ap
Asap mengepul di atas pemukiman warga Palestina di Gaza, Selasa (15/7)

REPUBLIKA.CO.ID, Politisi Palestina dan kelompok hak asasi manusia telah mengecam sebuah proposal yang diajukan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memindahkan beberapa desa berpenduduk Arab ke kontrol Otoritas Palestina dan memindahkan kewarganegaraan mereka.

Berdasarkan laporan dari Channel Two News Israel pekan lalu, rencana pemindahan penduduk Palestina ini diduga disampaikan kepada pejabat Amerika. Rencana ini juga akan mengizinkan Israel untuk mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki sebagai bagian dari kesepakatan akhir dengan pimpinan Palestina.

"Isu tersebut tidak muncul sebagai proposal terpisah, namun sebagai bagian dari sebuah proposal untuk sebuah kesepakatan komprehensif dengan Palestina," kata seorang pejabat kepada Channel Two, seperti yang dilaporkan oleh harian Israel Haaretz.

Dilansir dari Aljazirah (6/8), seorang legislator di Knesset Israel, Yousef Jabareen, menggambarkan perpindahan penduduk paksa dan aneksasi permukiman dianggap ilegal menurut hukum internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang.

Menurut Pusat Hukum Hak Minoritas Hak Asasi Manusia yang berbasis di Haifa diperkirakan 1,7 juta warga Palestina tinggal di kota dan desa di seluruh Israel dan membawa kewarganegaraan Israel. Mereka tunduk pada puluhan undang-undang yang membatasi ekspresi politik dan akses mereka terhadap sumber daya negara,

Netanyahu bukanlah pejabat Israel pertama yang mengadvokasi pemindahan warga Palestina Israel ke Tepi Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman menyerukan, agar minoritas Palestina di negara itu diusir, secara khusus mengusulkan penghilangan penduduk The Triangle, wilayah yang sebagian besar dihuni oleh orang-orang Palestina dan berada di garis batas antara Israel.

Diana Buttu, seorang penasihat kebijakan di Al-Shabaka, Jaringan Kebijakan Palestina dan seorang mantan negosiator untuk Organisasi Pembebasan Palestina, mengatakan bahwa gagasan untuk mentransfer orang-orang Palestina dari Israel sekarang adalah tema yang berulang di spektrum politik Israel.

"Netanyahu tampaknya berpikir bahwa Israel di atas hukum, dan sayangnya, karena kurangnya reaksi di dunia, dia mungkin benar. Namun rencana tersebut akan melanggar hukum internasional," katanya.

Idenya adalah bahwa mereka ingin menyingkirkan orang-orang Palestina, dan warga Palestina Israel adalah negara demografis yang mencegah Israel menjadi negara Yahudi murni.

Dengan lebih dari 1,7 juta orang Palestina di negara tersebut, bagaimanapun, pemerintah Israel sering memilih untuk menerapkan kebijakan dan tindakan yang bertujuan untuk mengecilkan hati identitas Palestina di kalangan Druze, Kristen dan Muslim yang membentuk minoritas Arab.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa rancangan undang-undang telah berusaha menghapus bahasa Arab dari bahasa resmi negara tersebut, walaupun belum ada yang disahkan menjadi undang-undang.

"Mereka sudah bertahun-tahun mencoba mengubah kita menjadi orang Israel yang baik, tapi orang belum mengambil umpannya," kata Buttu

Tahun lalu, Pew Research Center yang berbasis di Washington menemukan bahwa hampir setengah dari orang Israel Yahudi berpikir orang-orang Arab harus diusir atau dipindahkan dari Israel, walaupun tidak disebutkan apakah orang yang diwawancarai menganggap Tepi Barat sebagai bagian dari negara tersebut atau sebagai Entitas yang berbeda.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement