Senin 14 Jun 2010 23:49 WIB

Sekjen Liga Arab Kunjungi Jalur Gaza

Rep: wulan tunjung palupi/ Red: Ririn Sjafriani

REPUBLIKA.CO.ID, KOTA GAZA -- Sekjen Liga Arab Amr Moussa mengunjungi Jalur Gaza untuk pertama kali dalam tiga tahun terakhir sejak wilayah itu dikuasai Hamas. Kunjungan ini merupakan suatu pertanda bahwa isolasi diplomatik atas wilayah Gaza perlahan mulai mengendur setelahs erangan mematikan tentara Israel ke kapal Mavi Marmara akhir Mei lalu.

Kunjungan Sekjen Liga Arab itu sebagai bagian dari desakan internasional untuk mengakhiri blokade tiga tahun yang dilakukan oleh Israel.

"Pengepungan tersebut harus dihentikan," kata Moussa wartawan. "Seluruh dunia sekarang berdiri dengan orang-orang Palestina dan orang-orang di Gaza." Moussa adalah pejabat senior Arab pertama yang mengunjungi Gaza sejak wilayah itu di bawah kendali Hamas, yang banyak dianggap Barat sebuah organisasi teroris.

Penyataan itu sangat signifikan mengingat banyak negara-negara Arab tidak mendukung Hamas yang didukung Iran. Salah satunya adalah Mesir, salah satu Liga Arab 'anggota yang paling penting, yang juga merupakan partner Israel dalam melakukan blokade atas Gaza.

Di Gaza ia bertemu dengan pemimpin Hamas Perdana Menteri Ismail Haniyeh yang merupakan sebuah dalam dorongan diplomatik yang signifikan untuk Hamas. Pertemuan yang berlangsung di rumah Haniyeh di kamp pengungsi Shati Gaza.

Moussa mengatakan proyek rekonstruksi Gaza sudah siap, tapi harus ada "pendekatan persatuan" bagi mereka agar proyek itu dapat diimplementasikan, mengacu kepada perpecahan antara Hamas yang menguasai Gaza dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Tepi Barat.

"Kesengitan antara Gaza dan bangsa Arab yang berakhir hari ini dan selamanya," kata Bassem Naim, seorang menteri Kabinet Hamas yang menyambut Moussa.

Sebaliknya Israel yang langkahnya dikecam dunia internasional terkesan terkucil dari dunia diplomatik internasional. Yang terbaru dari krisis diplomasi Israel adalah pembatalan kunjungan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak ke Perancis yang merupakan salah satu sekutu dekat Israel pada Ahad (13/6).

Pihak departemen Pertahanan menyatakan pembatalan perjalanan barak disebabkan karena Israel tengah membentuk sebuah komite untuk menyelidiki serangan itu. Mereka membantah bahwa keputusan terkait dengan upaya oleh kelompok-kelompok pro-Palestina untuk mengusahakan agar Barak ditangkap.

Pemerintah Israel telah menyatakan akan menyelenggarakan sendiri penyelidikan mengungkap insiden Mavi Marmara. Dengan demikian mereka menolak permintaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menerima panel internasional. Pemerintahan Obama dan PBB telah mendesak Israel untuk melibatkan unsur asing dalam penyelidikan, sementara Turki dan lain-lain menuntut penyelidikan tanpa keterlibatan Israel.

Gedung Putih menyatakan mendukung penyelidikan Israel dan mengatakan komisi publik yang independen adalah langkah maju yang penting. Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs mengatakan Panel Israel bisa memenuhi standar internasional yakni tidka memihak kredibel dan transparan.

Dutabesar Washington untuk PBB, Susan Rice, seperti dikutip Fox News menyatakan meskipun Amerika Serikat berpendapat Israel bisa melakukan investigasi kredibel dan tidak memihak dan adanya unsur internasional dalam penyeldikan itu akan menopang kredibilitas di mata masyarakat internasional.

Pejabat pertahanan Israel mengatakan Barak membatalkan perjalanan ke Paris karena khawatir kunjungannya akan menarik perhatian yang tidak diinginkan. Ia juga akan menjadi sorotan media massa dan akan mengahadapi serentetan pertanyaan sulit dari pihak media.

Hubungan Turki Israel usai serangan inipun semakin memburuk. Terakhir, sejumlah akademisi asal Turki menarik diri dari sebuah konferensi pendidikan internasional mengenai Holocaust yang diselenggarakan di Israel untuk memprotes serangan itu. Kemarahan yang meluas di dunia Arab dan Muslim atas serangan itu telah mendorong para pemimpin Arab untuk bergabung dengan tuntutan internasional yang berkembang untuk mencabut blokade Gaza.

Mesir telah sedikit melonggarkan perbatan Rafah untuk warga Gaza yang akan mencari pengobatan ke Mesir atau ke tempat lain serta warga yang ingin melanjutkan pendidikan.

Di Yerusalem, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali ke kabinetnya pada Ahad (13/6) bahwa Israel harus mempertahankan blokade untuk mencegah senjata dan barang-barang yang dapat digunakan untuk tujuan militer Hamas.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement