Sabtu 14 Oct 2017 08:22 WIB

Hamas-Fatah Bersatu, Netanyahu: Perdamaian Makin Jauh

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Elba Damhuri
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: KEVIN LAMARQUE/REUTERS
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menentang kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah. Menurut Netanyahu, kesepakatan dua faksi itu tidak akan berarti apa-apa bagi perdamaian di kawasan.

"Berdamai dengan sebuah organisasi pembunuh (Hamas) yang berusaha menghancurkan Israel tidak akan membawa perdamaian lebih dekat, melainkan lebih jauh," ujarnya seperti dilansir laman the Jerusalem Post, Jumat (13/10).

Netanyahu menilai, rekonsiliasi tidak serta-merta membuat Hamas melucuti senjata. Itu artinya serangan-serangan untuk menghancurkan Israel masih akan terus terjadi. Dalam kesempatan itu, Netanyahu juga menuntut Hamas mengembalikan jenazah seorang pasukan militer Israel dan dua orang warga sipil yang masih ditahan.

"Tidak ada yang lebih Israel inginkan selain perdamaian dengan seluruh tetangga. Rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas membuat perdamaian jauh lebih sulit dicapai," kata Netanyahu.

Dia pun menyinggung sederet aksi Hamas yang disebut sebagai organisasi teroris. Mulai dari penghancuran Israel, menganjurkan genosida, meluncurkan ribuan roket ke warga sipil, menggali terowongan untuk melancarkan aksi teror, membunuh anak-anak, menindak minoritas, melarang LGBT, dan lain sebagainya.

"Rekonsiliasi dengan pembunuh massal adalah bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi. Katakan 'Yes' untuk perdamaian dan 'No' untuk bergabung dengan Hamas," kata Netanyahu.

Mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni menilai, kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah di Kairo merupakan sebuah kesempatan untuk sebuah perubahan. Namun, dia juga meminta Hamas untuk melucuti senjata.

"Keterlibatan Mesir dan masuknya Otoritas Palestina ke Gaza adalah kesempatan. Namun, selama Hamas tetap menjadi organisasi teroris bersenjata, rekonsiliasi Palestina adalah legitimasi bagi Hamas dan Terorisme," ujar Livni. Dia pun menambahkan, Israel harus segera bertindak sedemikian rupa terkait masalah ini.

Mantan menteri pertahanan Israel Amir Peretz juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, Israel dan masyarakat dunia harus mendorong agar pemerintah bersatu Palestina menerima tuntutan dalam Resolusi 1850: pengakuan terhadap Israel, komitmen terhadap solusi dua negara, dan penghentian teror dan hasutan.

Ketua Delegasi Umum The Palestine Liberation Organization (PLO) untuk Amerika Serikat Husam Zomlot menyampaikan terima kasih kepada Presiden AS Donald Trump. Ini karena Trump telah mendorong pembicaraan seputar rekonsiliasi di Kairo.

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Pelestina (PLO) Hanan Ashrawi menyambut baik kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah. Ia menilai, kesepakatan tersebut mengindikasikan perkembangan kualitatif dalam sejarah Palestina kontemporer.

"Atas nama komite PLO, kami menyambut baik kesepakatan rekonsiliasi yang ditandatangani di Kairo sebagai ungkapan komitmen dan dukungan yang kuat untuk mewujudkan persatuan nasional di Palestina,” ujar Ashrawi seperti dikutip kantor berita Palestina, WAFA.

Menurutnya, rakyat Palestina harus dapat mengapresiasi pencapaian nasional yang besar ini. Tentu, tanpa melupakan Mesir yang telah mendukung dan memainkan peran penting dalam mewujudkan kesepakatan rekonsiliasi kedua kubu.

Ashrawi berpendapat, sangat penting bahwa akan ada implementasi konkret dari komitmen bersama yang telah tercapai. Seperti membuka jalan bagi rekonstruksi Gaza, menggelar pemilihan parlemen dan presiden nasional, reformasi dan revitalisasi sistem politik, institusi, serta demokrasi Palestina.

PLO berharap masyarakat internasional juga dapat menyambut kesepakatan yang telah tercapai antara Hamas dan Fatah dan selanjutnya bekerja sama dengan Palestina. "Tidak hanya untuk mengangkat pengepungan ilegal Gaza dan melakukan rekonstruksi, namun juga untuk menjamin perdamaian yang adil dan komprehensif serta pembentukan sebuah negara yang berdaulat. Negara Palestina di perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," ujar Ashrawi menegaskan.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bersukacita atas kesepakatan rekonsiliasi yang telah dicapai Hamas dan Fatah. Ia menilai, kesepakatan tersebut merupakan langkah untuk menyongsong persatuan nasional Palestina. "Apa yang telah disepakati memperkuat dan mempercepat langkah-langkah untuk mengakhiri perpecahan dan memulihkan kesatuan rakyat Palestina," kata Abbas.

Ia meminta semua pihak untuk bekerja sama dan menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai kedua faksi Palestina tersebut. "Saya memberi arahan kepada pemerintah dan semua lembaga serta institusi untuk mengintensifkan kerja guna melaksanakan apa yang telah disepakati," ujar Abbas.

(Tulisan ini diolah oleh Muhammad Iqbal)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement