Sabtu 14 Oct 2017 13:09 WIB

Indonesia Sambut Kesepakatan Hamas-Fatah

Rep: Kabul Astuti/ Red: Elba Damhuri
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan keterangan seusai bertemu dengan duta besar negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Gedung Pancasila, Kemenlu, Jakarta, Selasa (25/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan keterangan seusai bertemu dengan duta besar negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Gedung Pancasila, Kemenlu, Jakarta, Selasa (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia mengapresiasi kesepakatan rekonsiliasi dua faksi Palestina, Hamas dan Fatah, yang dicapai di Kairo, Mesir, Kamis (12/10). Pernyataan ini disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (13/10).

"Kami menyambut baik rekonsiliasi ini," ujar Retno.

Menurut Retno, sudah sejak lama RI mendorong terjadinya rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pun pernah menyampaikan, akar permasalahan di Palestina dapat selesai apabila kedua faksi yang telah berseteru sejak 2007 itu bersatu.

Kini, dengan tercapainya kesepakatan Hamas dan Fatah, upaya mewujudkan Palestina merdeka terbuka. "Karena dengan rekonsiliasi itu, bisa jadi pembuka jalan yang luas bagi perjuangan yang selama ini masih dilakukan Palestina," kata Retno.

Dukungan RI bagi Palestina, terutama di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kerap kali disuarakan dan diupayakan dalam berbagai forum internasional. Terbaru, dalam pelaksanaan Pertemuan Tingkat Menteri Gerakan Non Blok Komite Palestina di New York, September lalu, dukungan Indonesia disampaikan.

Menurut Retno, tahun ini menandai 50 tahun pendudukan Israel di Palestina sekaligus tonggak kegagalan masyarakat internasional untuk mengakhirinya. "Palestina ada di jantung politik luar negeri Indonesia dan disetiap napas diplomasi Indonesia," katanya.

Menlu RI juga menyerukan agar GNB dapat mendorong masyarakat internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel dan ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Palestina. Solusi dua negara antara Israel dan Palestina adalah opsi yang ditawarkan RI.

Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari juga menyambut positif kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah. Ia berharap kesepakatan tersebut dapat berdampak kepada Palestina secara keseluruhan.

"Poin-poin kesepakatan rekonsiliasi diharapkan dapat berdampak signifikan untuk menyatukan tidak hanya antara dua faksi, tetapi seluruh faksi di Palestina, sehingga Palestina yang merdeka dan berdaulat dapat diwujudkan," katanya di Jakarta, Jumat (13/10).

Kharis menyatakan, Komisi I DPR RI selalu mendukung apa pun yang terbaik untuk Palestina. Dimulai pembukaan kantor konsulat khusus, persoalan Masjid al-Aqsa, hingga soal rekonsiliasi Hamas dan Fatah. Kendati begitu, lanjut dia, rekonsiliasi barulah awal.

Menurut Kharis, yang paling mendesak dalam waktu dekat adalah pembukaan isolasi terhadap Gaza. Wilayah itu selama ini menghadapi masalah kemanusiaan yang serius.

Selain itu, pintu perbatasan Rafah juga harus segera dibuka sehingga bantuan kemanusiaan dapat disalurkan. Demikian juga, proses rekonstruksi fisik, ekonomi dan sosial di Gaza yang hancur pascabombardir Israel dapat dilakukan dengan segera.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga berharap peran diplomasi dan kemanusiaan negara-negara lain, termasuk Indonesia, harus ditingkatkan. Menurut Kharis, misi-misi kemanusiaan dari berbagai negara atau LSM juga harus terus dilakukan karena rakyat Palestina membutuhkan bantuan semua negara.

Perayaan warga

Setelah lebih dari satu dekade bertikai, Hamas dan Fatah mencapai kesepakatan dalam sebuah rekonsiliasi di Kairo, Mesir, Kamis (12/10) waktu setempat. Hal ini ditandai penandatanganan dokumen oleh perwakilan Hamas Saleh al-Arouri bersama negosiator Fatah Azzam al-Ahmed di bawah pengawasan Kepala Badan Intelijen Mesir Khalid Fawzi.

Kesepakatan ini dianggap sebagai langkah maju untuk menuntaskan keretakan yang telah berlangsung selama satu dekade. Ujungnya adalah terbentuknya negara Palestina yang utuh.

Kedua kubu juga menyepakati penyerahan secara penuh kendali administrasi di Gaza kepada pemerintahan bersama pada 1 Desember 2017. Selain itu, disepakati juga Palestina akan menggelar pemilihan presiden dan pemilihan anggota parlemen setahun sejak kesepakatan rekonsiliasi ditandatangani.

Rekonsiliasi Hamas dan Fatah disambut gembira masyarakat Palestina. Mereka berharap permusuhan ini segera berakhir. \"Ini memberi harapan bagi orang-orang yang saat ini bersikap pragmatis. Saatnya melihat diri mereka sebagai orang Palestina,\" kata salah satu warga Gaza, Naim al-Khatib seperti dilansir BBC, Jumat (13/10).

Warga Gaza lainnya, Amal, menilai rekonsiliasi ini menjadi dasar yang kuat untuk mewujudkan kehidupan yang normal. Sebab, selama ini, Gaza dihinggapi berbagai kesulitan, salah satunya dari sisi kelistrikan. Otoritas Palestina di bawah kendali Fatah memberlakukan pajak besar bagi bahan bakar untuk pembangkit listrik di Gaza.

"Kami berharap listrik segera kembali," ujar Amal.

(Rahma Sulistya/Umar Mukhtar, tulisan ini diolah oleh Muhammad Iqbal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement