Rabu 18 Oct 2017 07:53 WIB

Israel Tolak Negosiasi dengan Palestina Jika Libatkan Hamas

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: EPA/Jim Hollander
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan menolak negosiasi diplomatik dengan pemerintah persatuan Palestina, jika ada peran Hamas di dalamnya. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa (17/10) malam, kabinet Netanyahu menetapkan serangkaian syarat terkait negoisasi tersebut.

Syarat-syarat itu tampaknya akan mempersulit upaya persatuan gerakan Fatah dan kelompok Hamas yang dimediasi Mesir. Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas yang memerintah Tepi Barat dan Hamas yang menguasai Jalur Gaza, telah terlibat perpecahan selama hampir satu dekade.

 

"Setelah keputusan sebelumnya, pemerintah Israel tidak akan mengadakan pembicaraan politik dengan pemerintah Palestina yang didukung oleh Hamas, organisasi teror yang menyerukan penghancuran Israel," ujar pernyataan tersebut, dikutip The Guardian.

 

Fatah dan Hamas bulan ini telah mencapai kesepakatan rekonsiliasi awal. Kedua kelompok tersebut menandatangani kesepakatan persatuan sementara di Kairo pada Kamis (12/10).

 

Daftar panjang syarat-syarat yang dikeluarkan Israel untuk melakukan negosiasi dengan Palestina mencakup sejumlah tuntutan. Pertama, Hamas harus mengakui Israel dan berhenti jadi kelompok teror.

 

Kedua, adanya pelucutan senjata milik Hamas. Ketiga, pengembalian jasad tentara Israel dan warga sipil Israel yang ditahan oleh Hamas. Keempat, Gaza berada di bawah kontrol keamanan penuh Otoritas Palestina, termasuk penyeberangan perbatasan untuk mencegah penyelundupan.

 

Israel juga meminta Otoritas Palestina terus bertindak melawan Hamas di Tepi Barat dan memutuskan hubungannya dengan Iran. Isu pelucutan senjata dari 25 ribu pasukan bersenjata Hamas sudah menjadi isu utama dalam perundingan rekonsiliasi Palestina.

 

Meskipun pelucutan senjata telah diminta oleh Abbas sendiri, kebanyakan pengamat melihatnya sebagai salah satu poin yang paling sulit. Tidak seperti Hamas, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dipimpin Abbas telah mengakui Israel.

 

Menurut laporan media Israel, kabinet negara itu juga memberi wewenang kepada Netanyahu untuk mempertimbangkan pengambilan langkah kebijakan terhadap Otorita Palestina jika pemerintahan persatuan Palestina telah terbentuk.

 

Meskipun perundingan perdamaian antara Israel dan Otoritas Palestina telah membeku sejak 2014, tuntutan Israel ini tampaknya semakin mengapus harapan perdamaian. Sebagian besar pakar percaya, setiap kemajuan perdamaian memerlukan rekonsiliasi internal Palestina dan negosiasi dengan Israel.

 

Pada Selasa (17/10) juru bicara senior Hamas, Husam Badran, menolak laporan bahwa Hamas diam-diam telah sepakat untuk menghentikan serangan terhadap Israel dari Tepi Barat. Hal ini dilaporkan menjadi bagian dari perundingan rekonsiliasi.

 

"Tidak ada klausul rahasia dalam pemahaman rekonsiliasi, dan apa yang diumumkan oleh pendudukan Israel mengenai serangan yang terhenti di Tepi Barat itu tidak benar," ujar Badran, kepada situs berita Palestina, Quds News Network.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement