Selasa 05 Dec 2017 10:49 WIB

Pejabat AS Tolak Rencana Trump Akui Yerusalem Milik Israel

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: KEVIN LAMARQUE/REUTERS
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Rencana presiden AS Donald Trump yang akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah menimbulkan kekhawatiran dari internal pejabat AS dan pejabat luar negeri. Mereka khawatir kebijakan ini akan berdampak pada tindakan kekerasan.

Keputusan yang akan dibuat oleh Trump ini melanggar kebijakan AS selama berpuluh-puluh tahun yang tidak mengambil keputusan mengenai nasib Yerusalem dengan alasan bahwa hal ini adalah masalah yang harus dinegosiasikan dan dipastikan oleh Israel dan Palestina.

Jika Trump menetapkan keputusannya maka hal itu bisa memicu demonstrasi atau kekerasan dari orang-orang Palestina atau umat Islam di seluruh dunia.

Israel merebut Yerusalem Timur, yang mencakup wilayah tersebut, selama perang 1967. Namun, Waqf, sebuah badan keagamaan Muslim, tetap mengelola situs-situs Islam di dalam kompleks tersebut.

Dua pejabat AS mengatakan rencana Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah berlawanan dengan kebijakan biro Near Eastern Affairs (NEA) Departemen Luar Negeri, yang menangani wilayah tersebut.

"Senior (pejabat) di NEA dan sejumlah duta besar dari wilayah tersebut mengungkapkan keprihatinan mendalam mereka mengenai hal ini," kata seorang pejabat.

Departemen Luar Negeri telah meminta konfirmasi kepada Gedung Putih mengenai hal ini. Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan unutuk menyampaikan komentarnya mengenai keprihatinan pejabat AS dan asing tentang rencana Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pejabat AS lainnya mengatakan konsensus perkiraan intelijen AS mengenai pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel akan berisiko memicu reaksi balik terhadap Israel, dan juga berpotensi melawan kepentingan AS di Timur Tengah.

Isu utama dalam perselisihan Israel-Palestina mencakup perbatasan, masa depan permukiman Yahudi di Tepi Barat, nasib pengungsi Palestina dan status Yerusalem.

Orang-orang Palestina berusaha untuk mendirikan sebuah negara merdeka di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. Sekutu AS menyuarakan keraguan mereka tentang rencana Amerika Serikat secara sepihak menetapkan Yerusalem sebagai ibukota Israel.

"Setiap pengumuman AS tentang status Yerusalem sebelum penyelesaian akhir akan memiliki dampak yang merugikan pada proses perdamaian dan akan meningkatkan ketegangan di wilayah ini," ujar duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat, pangeran Khalid bin Salman.

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengungkapkan keprihatinannya atas rencana Tump ini. Macron diketahui telah melakukan komunikasi dengan Trump melalui sambungan telepon.

Sementara iru Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi memperingatkan Menlu AS Rex Tillerson untuk tidak melakukan hal tersebut. Safadi mengatakan langkah tersebut akan memicu kemarahan di dunia Arab dan Muslim dan membahayakan upaya perdamaian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement