Kamis 07 Dec 2017 20:39 WIB

'Pengakuan Trump Runtuhkan HAM Palestina'

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Hal ini disampaikannya di Gedung Putih, Washington DC, Rabu (6/12) waktu setempat atau Kamis (7/12) WIB.
Foto: AP/Alex Brandon
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Hal ini disampaikannya di Gedung Putih, Washington DC, Rabu (6/12) waktu setempat atau Kamis (7/12) WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amnesty Internasional Amerika Serikat mengecam keputusan sepihak Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel, dan akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Amnesty Internasional menilai keputusan tersebut adalah tindakan provokatif.

Direktur Advokasi Timur Tengah Amnesty Internasional AS, Raed Jarrar mengatakan, keputusan tersebut sebagai keputusan yang gegabah dan tindakan yang provokatif. Dimana ia menganggap, Trump mengesampingkan hak asasi manusia rakyat Palestina dan berkemungkinan akan menyebabkan ketegangan diseluruh wilayah tersebut.

Raed juga mengatakan, dengan diakuinya Yerusalem sebagai Ibukota Israel dan akan dipindahkannya kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, Trump kembali menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap hukum internasional.

"Ada konsensus internasional, termasuk resolusi Dewan Keamanan PBB, atas ilegalitas aneksasi Israel terhadap Yerusalem Timur. Dengan langkah ini, Amerika Serikat melanggar kewajiban hukum internasionalnya sendiri untuk tidak mengenali atau membantu situasi ilegal dan untuk menjamin penghormatan terhadap Konvensi Jenewa," kata Raed dalam keterangan resminya di situs Amnesty Internasional AS, Kamis (7/12)

Lanjutnya, ia mengatakan, tidak ada negara di dunia yang mengakui aneksasi Israel atas Yerusalem Timur. Ia juga menilai, keputusan Trump tersebut sangat meresahkan.

"Keputusan ini tidak hanya berkontribusi untuk merongrong aturan hukum internasional, namun juga menunjukkan ketidakpedulian atas pelanggaran hak asasi manusia massal yang dihadapi Palestina sebagai akibat dari kebijakan aneksasi Israel," ujarnya.

Sejarahnya, Raed mengatakan, wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur yang berada di bawah kendali Israel pada tahun 1967. Selain itu, juga termasuk di wilayah kota Israel untuk Yerusalem, diakui secara universal sebagai wilayah yang diduduki, di mana hukum humaniter internasional dapat diterapkan.

"Aneksasi ilegal Israel atas Yerusalem Timur yang diduduki diformalkan dalam undang-undang domestik pada tahun 1980. Telah berulang kali dikutuk oleh masyarakat internasional melalui berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement