Sabtu 09 Dec 2017 06:44 WIB

Israel Mulai Luncurkan Serangan Udara ke Gaza

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Bangunan di Gaza, Palestina, hancur akibat serangan udara Israel.
Foto: EPA/Sameh Rahmi
Bangunan di Gaza, Palestina, hancur akibat serangan udara Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Ketegangan antara Palestina dan Israel semakin meningkat seiring dengan kebijakan AS yang mengklaim status baru atas kota suci Yerusalem. Israel menggempur Jalur Gaza, Palestina, dengan serangan udara sejak Jumat (8/12) malam. Sejauh ini, serbuan militer itu telah menyebabkan 25 orang luka-luka. Enam orang di antaranya merupakan anak-anak. Demikian pernyataan resmi Menteri Kesehatan Palestina, seperti dilansir Independent, Sabtu (9/12) dini hari.

Terpisah, pihak militer Israel mengklaim serangan tersebut untuk membalas dua roket yang diluncurkan Hamas sebelumnya. Saksi setempat menyebutkan, satu roket diantisipasi sistem pertahanan militer Israel sebelum sempat mendarat. Sementara, satu roket lainnya jatuh di wilayah pendudukan Yahudi.

Sejak Jumat (8/12) pagi waktu setempat, setidaknya satu orang Palestina tewas akibat ditembak tentara Israel di Jalur Gaza. Sementara, belasan orang Palestina lainnya luka-luka dalam bentrok serupa.

Aksi demonstrasi meluas tidak lama begitu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pengakuan kontroversial itu pada Rabu (6/12) waktu Washington. Dalam konteks yang lebih luas, konflik berdarah antara warga Palestina dan militer Israel memuncak seiring berlangsungnya sidang Dewan Keamanan PBB.

Utusan khusus PBB untuk Timur Tengah, Nikolay Mladenov, mengatakan, klaim Trump bahwa Israel memiliki Yerusalem sebagai ibu kota telah merusak konsensus internasional yang terbina berpuluh tahun lamanya. Mladenov menyampaikan pandangannya melalui sambungan video kepada sidang DK PBB.

Tidak jauh berbeda, duta Prancis untuk PBB, Francois Delattre, menegaskan, Trump dengan keputusan sepihaknya itu telah melanggar hukum internasional. "(Keputusan Trump) berisiko memperbesar konflik politik dan dapat menjadi konflik agama yang tak mungkin teratasi," ujarnya seperti dikutip The Guardian, Jumat (8/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement