Jumat 15 Dec 2017 01:31 WIB

Pakar: Pernyataan Trump Langgar Hukum Internasional

Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Istanbul, Turki, Jumat (8/12).
Foto: Lefteris Pitarakis/AP
Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Istanbul, Turki, Jumat (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar politik Timur Tengah Universitas Gadjah Mada Siti Mutiah Setiawati menilai pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah melanggar hukum internasional. Menurutnya, pernyataan Trump mengganggu stabilitas politik di kawasan Timur Tengah.

"Pengakuan Amerika Serikat (AS) melanggar hukum internasional karena memberikan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Padahal, dalam kesepakatan Dewan Keamanan PBB telah memasukan Yerusalem posisinya berada di bawah pengawasan PBB," kata Siti di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (14/12).

Menurut Siti, keputusan yang dikeluarkan oleh Trump mengganggu stabilitas politik di kawasan Timur Tengah terutama Israel sehingga perlu dicari solusinya. "Kalau Yerusalem dibiarkan menjadi ibu kota Israel akan mengganggu proses perdamaian negara-negara Arab dengan Israel. Disamping itu, dikhawatirkan juga akan mengganggu stabilitas hubungan tiga agama besar dunia, yakni Islam, Yahudi dan Kristen," ujarnya.

Karena itu, kata dia, langkah pemerintah untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 harus terus didukung. Pemerintah Indonesia, menurutnya, juga diharapkan dapat bekerja sama dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menggalang dukungan menolak keputusan yang dikeluarkan secara sepihak oleh Donald Trump.

"Harapannya pemerintah bisa mendorong OKI untuk mengeluarkan pernyataan bersama mencabut dukungan AS ke Israel," katanya.

Sementara itu, Ketua Departemen Hubungan Internasional (HI) Fisipol UGM Nur Rachmat Yuliantoro mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan Trump terkait Yerusalem bersifat destruktif karena pada dasarnya AS tidak mampu lagi memainkan peran sentral dalam proses perdamaian Israel-Palestina.

"AS secara efektif telah menyatakan diri untuk membuat situasi di Timur Tengah lebih tidak terkontrol. Alih-alih mencari kebijakan konstruktif, tetapi justru mengeluarkan kebijakan yang mengarahkan ke destruksi yang lebih besar," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement