Senin 25 Dec 2017 19:00 WIB

Palestina Kecam Permukiman Israel di Yerusalem Timur

Rep: Rizkyan Adhiyudha/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pemerintah Palestina mengecam pembangunan 300 ribu unit permukiman baru di Yerusalem Timur oleh Israel. Kementrian Luar Negeri Palestina menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas aroganasi yang dilakukan negara zionis tersebut.

"Arogansi kolonial Israel tidak akan terjadi tanpa keputsan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata pernyataan resmi Kementrian Luar Negeri Palestina seperti diwartakan Aljazirah, Senin (25/12).
 
Keputusan AS menambah panjang kawasan Palestina yang terus dicaplok Israel. Otoritas mengatakan, pemerintahan Trump bertanggung jawab atas kejahatan baru terkait pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina.
 
Melihat hal tersebut, Kementrian Luar Negeri Palestina mendesak Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk menentang rencana pembangunan pemukiman tersebut. Otoritas juga meminta Mahkamah Internasional melakukan hal serupa.
 
Menteri Perumahan dan Pembangunan Israel Yoav Galant mengatakan, rencana pembangunan ratusan ribu pemukiman itu merupakan bagian dari rencana konstitusi Yerusalem Raya. Regulasi itu akan menghilangkan pemukiman ilegal di Tepi Barat sekaligus menegaskan perbatasan kawasan Yerusalem.
 
Pemungutan suara terkait konstitusi tersebut seharusnya dilakukan pada Oktober kemarin oleh komite menteri untuk mendapatkan persetujuan. Namun, pemungutan suara terpaksa ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.
 
Jika disahkan, RUU tersebut akan menghilangkan batas tiga kota besar di Yerusalem yakni Maale Adumim, Givat Zeev dan Gush Etzion. Tiga kota tersebut menampung sekitar 140.000 warga Israel. Regulasi itu sekaligus membuat mereka yang tingal di kawasan sah menjadi warga Yerusalem dan memiliki hak untuk mengikuti pemilu.
 
Undang-undang juga dibuat untuk memberikan keamanan warga Yahudi di kawasan tersebut. Regulasi ditujukan guna menciptkan adanya 'kotamadya independen' untuk beberapa lingkungan Palestina yang merupakan bagian dari kota Yerusalem namun terputus dari kota oleh tembok pemisah Israel.
 
Sementara, Israel mencaplok kawasan Yerusalem Timur sejak tahun 1967 dan terus melakukan akusisi daerah secara efektif meski hal tersebut melanggar hukum internasional. Saat ini 86 persen Yerusalem Timur berada dalam kekuasaan otoritas Israel dan pemukim Yahudi.
 
Sekitar 200 ribu pemukim Yahudi mendiami kawasan tersebut dan mendirikan bangunan di properti pribadi warga Palestina. Sedangkan, sekitar 2000 warga Palestina tinggal di kawasan tersebut dalam pengawasan militer.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement