Selasa 16 Jan 2018 19:43 WIB

Dewan PLO Tangguhkan Pengakuan Atas Negara Israel

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Palestina Mahmoud Abbas (ketiga dari kiri) saat berbicara dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina di Ramallah, Ahad (14/1).
Foto: AP/Majdi Mohammed
Presiden Palestina Mahmoud Abbas (ketiga dari kiri) saat berbicara dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina di Ramallah, Ahad (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  RAMALLAH -- Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), badan pembuat keputusan tertinggi kedua di Palestina merekomendasikan untuk mencabut pengakuan mereka atas Israel. Pencabutan dilakukan sampai Israel mengakui Negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

Seperti dilansir Aljazirah, Selasa (16/1), dalam sebuah pertemuan di kota Ramallah Senin malam, PLO, yang merupakan payung partai politik utama Palestina mengatakan, pihaknya menugaskan Komite Eksekutif untuk menangguhkan pengakuan terhadap Israel.  Pencabutan dilakukan sampai Israel mengaku Negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967 dan mencabut keputusan untuk mencaplok Yerusalem Timur dan serta memperluas pembangunan permukiman ilegal.

Dalam sebuah pernyataan akhir yang dibacakan setelah pertemuan tersebut, PLO juga mengatakan Perjanjian Oslo, yang ditandatangani dengan Israel pada awal 1990-an tidak lagi berlaku.

Ia menambahkan, pihaknya akan memperbarui keputusan untuk menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel. Selain itu, meminta semua negara Arab untuk memutuskan semua hubungan dengan negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana.

Baca juga, Ini Skenario Penghancuran Masjid Al-Aqsha.

Namun, beberapa partai politik Palestina menyatakan keberatan mereka atas pernyataan akhir tersebut. Pemimpin partai Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP), Omar Shehadeh mengatakan tidak ada keputusan yang jelas untuk mengakhiri Perjanjian Oslo, menarik pengakuan Israel dan menghentikan koordinasi keamanan.

Pertemuan tersebut dilakukan menyusul sebuah keputusan oleh Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Keputusan Trump ini merusak kebijakan AS selama puluhan tahun yang mendukung solusi dua negara. Deklarasi Trump juga menimbulkan pukulan bagi kepemimpinan Palestina.

Pada awal pertemuan dua hari tersebut, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam proposal perdamaian Trump. "Sekarang kita mengatakan tidak kepada Trump, kita tidak akan menerima rencananya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement