Ahad 18 Feb 2018 18:48 WIB

Pemotongan Dana Bantuan PBB Berdampak pada Krisis Gaza

PBB sedang berupaya untuk merevitalisasi kondisi perekonomian di Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
 Seorang pengungsi Palestina di Kamp Pengungsian Shati, Kota Gaza, tengah mengambil kambing bantuan Zakat Foundation of Amerika. Lembaga filantropi tersebut menyalurkan bantuan hewan kurban melalui lembaga urusan Pengungsian PBB, UNRWA di Gaza, Palestina.
Foto: AP Photo-Adel Hana
Seorang pengungsi Palestina di Kamp Pengungsian Shati, Kota Gaza, tengah mengambil kambing bantuan Zakat Foundation of Amerika. Lembaga filantropi tersebut menyalurkan bantuan hewan kurban melalui lembaga urusan Pengungsian PBB, UNRWA di Gaza, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric mengatakan pemotongan dana bantuan untuk badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) oleh Amerika Serikat (AS) memiliki andil terhadap krisis yang kian memburuk di Jalur Gaza.

"Situasi kemanusiaan yang kian mengerikan jelas telah membuat stres dengan krisis pendanaan yang dihadapi UNRWA. Sejauh ini UNRWA belum mengurangi layanan dan berusaha untuk tidak melakukannya," kata Dujarric, seperti dilaporkan laman Middle East Monitor, Sabtu (17/2).

Krisis di Jalur Gaza, menurut Dujarric, dapat pula dilihat sebagai dampak rekonsiliasi yang tak kunjung tuntas antara faksi-faksi Palestina. "Kami tahu bahwa krisis kemanusiaan juga terkait dengan masalah internal yang berkenaan dengan rekonsiliasi antara berbagai faksi Palestina, dan tentu saja masalah yang berkaitan dengan penutupan," ujarnya.

Palestina Salahkan Israel Atas Peningkatan Tensi di Gaza

Koordinator Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov mengatakan saat ini PBB sedang berupaya untuk merevitalisasi kondisi perekonomian di Gaza. "PBB telah mempresentasikan proposal untuk memperbaiki ekonomi di Gaza dan membahas kondisi yang diperlukan untuk memudahkan pergerakan serta akses, dan mendukung pembangunan Palestina," katanya.

Saat ini krisis di Jalur Gaza kian memburuk. Tingginya angka pengangguran, minimnya fasilitas layanan kesehatan, dan tipisnya pasokan energi listrik adalah beberapa faktor yang menyebabkan situsasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin mengkhawatirkan.

Kantor PBB untuk Urusan Bantuan Kemanusiaan (OCHA)telah mengatakan, diperlukan dana sebesar 6,5 juta dollar AS untuk menyediakan 7,7 juta liter bahan bakar darurat di Gaza pada 2018. "Ini adalah persyaratan minimum yang diperlukan untuk mencegah jatuhnya layanan (umum)," kata OCHA.

OCHA memperkirakan dibutuhkan 1,4 juta liter bahan bakar per bulan untuk menjaga fasilitas penting di Gaza tetap berfungsi dan beroperasi. Fasilitas penting, seperti layanan kesehatan, misalnya, sangat dibutuhkan mengingat Gaza merupakan daerah yang diblokade.

Masyarakat di Jalur Gaza dilaporkan membutuhkan pasokan listrik sebesar 600 megawatt untuk menunjang kegiatan atau aktivitas sehari-harinya. Namun Gaza hanya mendapatkan suplai sebesar 120 megawatt dari Israel dan 32 megawatt dari Mesir. Sementara pembangkit listrik yang ada di Gaza hanya mampu menghasilkan listrik sebesar 60 megawatt. Situasi demikian membuat kegiatan perekonomian masyarakat Gaza tak berjalan optimal.

Pemerintah AS telah membekukan dana bantuan untuk UNRWA sebesar lebih dari 60 juta dolar. Penangguhan dana ini dilakukan tak lama setelah pemerintah Palestina menolak untuk melanjutkan perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS.

Palestina menilai perundingan tersebut telah cacat karena AS selaku mediator tak lagi netral dan terbukti membela kepentingan Israel. Hal ini secara tegas terlihat ketika AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement