Senin 09 Apr 2018 00:30 WIB

Warga Israel di Perbatasan tak Bersimpati dengan Palestina

Warga Israel di perbatasan Gaza mengaku tidak bersimpati dengan orang Palestina

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Bilal Ramadhan
Warga Palestina berlarian saat tentara Israel menembak dengan gas air mata di Jalur Gaza, Selasa (3/4).
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina berlarian saat tentara Israel menembak dengan gas air mata di Jalur Gaza, Selasa (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, NAHAL OZ -- Dirundung serangan dan belakangan ini oleh aksi unjuk rasa berhari-hari oleh warga Gaza, warga Israel di perbatasan nampak tak peduli. Sementara tentara Israel sendiri terus memberi respons mematikan.

Konfrontasi dua hari belakangan di perbatasan Gaza jelas terlihat dari Nahal Oz, Israel. Nahal Oz adalah kampung warga Israel yang posisinya hanya 800 meter dari perbatasan.

Sorak-sorai pengunjuk rasa dan asap hitam hasil ban dibakar nampak jadi latar ladang gandum, jojoba, dan bunga matahari di Nahal Oz. Seorang petani Israel di Nahal Oz, Daniel Rahamim (63 tahun), mengaku prihatin dengan kondisi ekonomi Gaza yang dipimpin Hamas.

''Saya ikut sedih dengan apa yang terjadi di sana. Saya tahu situasi di sana amat, amat sulit,'' kata Rahamim, seperti dikutip Reuters, Ahad (8/4).

Hanya saja, Rahamim tak mau membicarakan perundingan damai. Ia melihat konfrontasi bersenjata Palestina-Israel bisa jadi berlangsung panjang. Ia mengaku putrinya masih trauma saat ada roket melintas dekat rumah mereka tak lama saat demonstrasi mulai berlangsung.

Nahal Oz, seperti puluhan kampung lain, menjadi sasaran tembak roket jarak dekat dan bom mortar Palestina. Belum lagi ancaman pembangunan jalur bawah tanah lintas perbatasan oleh Hamas.

''Saya tidak bersimpati terhadap orang Palestina,'' kata pemilik warung kelontong di Nahal Oz, Ahuva Avraham (62 tahun).

Ia mengaku akan bahagia jika Israel dan Palestina bisa hidup damai. ''Tapi mereka tidak mau duduk dan bicara dengan kami,'' kara Avraham.

Legislator oposisi Pemerintah Israel dari partai Yesh Atid, Haim Jelin, setuju dengan permintaan PBB dan Eropa agsr Israel menghentikan kekerasan yang Israel lakukan dan menewaskan para pengunjuk rasa. ''Bicara Gaza, tak ada istilah koalisi atau oposisi pemerintah,'' kata Jelin.

Unjuk rasa yang digelar warga Palestina di perbatasan Gaza yang berlangsung sejak 30 Maret lalu telah menewaskan 29 orang. Demonstrasi bertajuk The Great March of Return itu menuntut hak kembali warga Palestina dan keturunannya yang terpaksa harus keluar dari tanah moyang mereka saat Israel mendeklarasikan diri sebagai negara dan mengusir warga asli Palestina.

Cara Israel menangani massa pengunjuk rasa yang menggunakan senjata mematikan mengundang kritik internasional. Israel berkilah dengan mengatakan mereka hanya melakukan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan unjuk rasa yang berpotensi menimbulkan huru-hara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement