Selasa 15 May 2018 19:07 WIB

Warga Gaza Gelar Pemakaman Setelah Pembantaian Berdarah

Kekerasan itu adalah yang paling berdarah bagi Palestina sejak perang Gaza 2014.

Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.
Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters
Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Rakyat Palestina berpawai di Gaza pada Selasa ( untuk pemakaman sejumlah orang, yang tewas oleh pasukan Israel sehari sebelumnya. Di perbatasan Gaza-Israel, pasukan Israel bersiaga menghadapi hari akhir unjuk rasa rakyat Palestina.

Kekerasan pada Senin di perbatasan itu, yang terjadi ketika Amerika Serikat membuka kantor baru kedutaannya di Yerusalem, adalah yang paling berdarah bagi Palestina sejak perang Gaza pada 2014. Korban tewas meningkat menjadi 60 dalam semalam setelah bayi berusia delapan bulan meninggal, yang dikatakan keluarganya akibat menghirup gas air mata di unjuk rasa pada Senin. Lebih dari 2.200 warga Palestina juga terluka oleh tembakan atau gas air mata.

Pemimpin Palestina menyebut peristiwa pada Senin itu pembantaian dan taktik Israel menggunakan tembakan langsung terhadap pengunjuk rasa menarik perhatian dan kecaman dunia. Israel mengatakan mereka bertindak membela diri untuk mempertahankan perbatasan dan komunitasnya. Sekutu utamanya, Amerika Serikat, telah mendukung sikap itu, dengan keduanya mengatakan Hamas, kelompok Islam yang memerintah daerah kantong pantai, menghasut kekerasan.

Ada kekhawatiran pertumpahan darah lebih lanjut pada Selasa saat Palestina merencanakan protes lebih lanjut untuk menandai "Nakba" atau "malapetaka". Itu merupakan hari di mana Palestina meratapi pendirian Israel pada 1948, ketika ratusan ribu orang Palestina melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka dalam kekerasan yang memuncak dalam perang antara negara bagian Yahudi yang baru dibuat dan tetangga Arabnya pada 1948.

Kampanye enam minggu protes perbatasan yang dijuluki "The Great March of Return" telah menghidupkan kembali seruan bagi para pengungsi untuk memiliki hak kembali ke tanah mereka sebelumnya, yang sekarang berada di dalam Israel. Tidak jelas apakah banyak orang akan muncul di perbatasan pada Selasa untuk klimaks kampanye setelah korban tewas terparah pada Senin.

Petugas kesehatan Palestina mengatakan 104 warga Gaza kini telah tewas sejak dimulainya protes dan hampir 11 ribu orang terluka, sekitar 3.500 dari mereka terkena tembakan peluru hidup. Tidak ada korban Israel yang dilaporkan.

Pasukan Israel yang didukung oleh sejumlah tank dikerahkan di sepanjang perbatasan lagi pada Selasa. Daerah itu relatif sepi pada pagi hari, dengan banyak warga Gaza di pemakaman. Para pengunjuk rasa diperkirakan akan pergi ke perbatasan nantinya.

Di Jenewa, kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk apa yang disebut "kekerasan mematikan yang mengerikan" oleh pasukan Israel dan mengatakan sangat khawatir tentang apa yang mungkin terjadi nanti. Juru bicara hak asasi manusia PBB Rupert Colville mengatakan, Israel memiliki hak untuk mempertahankan perbatasannya sesuai dengan hukum internasional, tetapi kekuatan mematikan harus hanya digunakan sebagai upaya terakhir, dan tidak dibenarkan kepada penduduk Palestina yang mendekati pagar Gaza. Lebih dari dua juta orang berdesakan di Jalur Gaza, yang sempit, yang ditutup Mesir dan Israel dan mengalami bencana kemanusiaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement